Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KPK Minta Pengusaha Eddy Sindoro Kembali ke Indonesia

        KPK Minta Pengusaha Eddy Sindoro Kembali ke Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        KPK meminta agar pengusaha Eddy Sindoro selaku tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemberian suap kepada panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terkait pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited agar segera pulang kembali ke Indonesia.

        "ESI (Eddy Sindoro) sampai saat ini tidak berada di Indonesia. Belajar dari apa yang dilakukan tersangka FD (Fahmi Darmawansyah) yang datang ke KPK tanpa mekanisme 'red notice' atau mekanisme internasinal lain, kami himbau agar tersangka segera kembali ke Indonesia dan menyerahkan diri ke KPK," kata Juru BIcara KPK Febri Diansyah di gedung KPK Jakarta, Jumat (23/12/2016).

        Eddy Sindoro diketahui sejak April 2016 lalu sudah tidak lagi berada di Indoensia.

        "KPK mengetahui dan memantau posisi tersangka yang berada baik di dalam maupun di luar Indonesia, terkait tersangka di mana atau apakah ada perjanjian ekstradisi di negara tersebut, belum bisa dikonfirmasi," tambah Febri.

        Febri juga meyakini bahwa KPK punya kerja sama yang baik dengan lembaga pemberantasan korupsi di luar negeri maupun interpol atau organisasi lain untuk menangkap buronan di luar negeri.

        "Kami tegaskan KPK telah berulangkali melakukan proses dengan hasil maksimal terkait ada buron yang kabur di luar negeri dan ini sebagai 'warning' agar hal tersebut (pengeluaran red notice) tidak perlu terjadi dalam pengungakapn perkara," jelas Febri.

        Dalam perkara ini KPK sudah memeriksa lebih dari 15 orang saksi tabg terduru atas pegawai di pengadilan ataupun advokat. Eddy Sindoro yang dalam tuntutan jaksa penuntut umum KPK terhadap panitera PN Jakpus Edy Nasution, disebut sebagai Presiden Komisaris Lippo Grup, disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU tahun 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

        Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

        Sudah ada dua orang yang menjalani vonis terkait perkara ini yaitu panitera panitera sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan perantara suap Dody Arianto Supeno. Doddy sudah divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 3 bulan kurungan sedangkan Edy Nasution sudah divonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

        Dalam putusan Edy Nasution, disebutkan bahwa uang 50.000 dolar AS untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh mahkamah agung melawan PT First Media.

        Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy 50 ribu dolar AS yang terbungkus dalam amplop warna coklat "Eddy Sindoro pernah bertemu dengan Nurhadi menanyakan kenapa berkas perkara belum dikirimkan dan Nurhadi sempat menelepon terdakwa Edy Nasution untuk mempercepat pengiriman berkas perkara PK namun Nurhadi mengatakan itu dalam rangka pengawasan," kata anggota majelis hakim Yohanes Priyana dalam sidang 8 Desember 2016.

        Nurhadi dalam sidang mengatakan menyampaikan pesan itu karena Nurhadi adalah sekretaris MA yang bertanggung jawab untuk penyelsaian perkara. Terdakwa juga mengakui menerima 50 ribu AS dari Dody dimana uang tersebut ada kaitannya dengan pengurusan dengan perkara Lippo, tambah Hakim Yohannes.

        Dari jumlah 50 ribu dolar AS sebesar 4.000 dolar Singapura diberikan kepada anak buahnya Sarwo Edi dan Irdiansyah dan selanjutnya diberikan ke KPK.

        KPK hingga saat ini juga masih melakukan penyelidikan terhadap Nurhadi. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Sucipto

        Bagikan Artikel: