Saham Toshiba merosot tajam pada Kamis (29/12), menandakan kerugian besar selama tiga hari berturut-turut.
Raksasa industri Jepang tersebut kini telah kehilangan lebih dari 40 persen dari nilainya sejak 26 Desember, seperti dikutip dari laman?BBC?di Jakarta, Jumat (30/12/2016).
Jatuhnya nilai saham Toshiba didorong oleh peringatan yang dikeluarkan oleh ketua perusahaan bahwa bisnis nuklir AS mungkin bernilai kurang dari yang diperkirakan sebelumnya. Satoshi Tsunakawa juga meminta maaf atas situasi yang "menyebabkan keprihatinan" tersebut.
Saham turun 26 persen pada satu tahap di Tokyo, namun ditarik kembali dan ditutup 17 persen lebih rendah.
Saham Toshiba telah kehilangan 20 persen pada Rabu (28/12) dan 12 persen pada Selasa (27/12). Kebanyakan orang masih mengenali nama Toshiba sebagai produk elektronik, namun sejatinya Toshiba merupakan perusahaan konglomerasi yang memiliki bidang usaha yang sangat beragam.
Dan masalah-masalah terbaru yang tengah menerpa Toshiba tersebut berasal dari bisnis nuklirnya yang berkontribusi sekitar sepertiga dari pendapatan perusahaan.
Toshiba pada Rabu mengatakan bahwa pihaknya menghadapi potensi kerugian besar, terkait dengan kesepakatan yang dilakukan oleh anak perusahaan AS, Westinghouse Electric.
Westinghouse membeli bisnis layanan dan konstruksi nuklir dari Chicago Bridge & Iron pada tahun 2015. Namun saat ini timbul sengketa atas biaya kesepakatan yang menyebabkan penurunan nilai aset tersebut.
Hingga kini, bisnis nuklir Toshiba belum menghasilkan keuntungan sejak 2013. Toshiba mengumumkan kemungkinan penurunan nilai aset pada minggu ini, ditengah kondisi bisnis nuklir global yang sedang berjuang.
Sejak bencana Fukushima pada 2011, energi nuklir jauh lebih sulit untuk terjual. Beberapa pemerintah memilih untuk memperkecil skala rencana untuk mengandalkan nuklir sebagai sumber listrik, atau (seperti dalam kasus Taiwan) berpaling dari energi nuklir untuk fokus pada energi terbarukan.
Proyek nuklir besar di seluruh dunia telah menghadapi penundaan berat, sebagian disebabkan oleh kurangnya pekerja terampil yang dibutuhkan untuk memenuhi standar peraturan.
Misalnya di AS, Westinghouse (yang Toshiba dibeli pada tahun 2006) bekerja pada dua reaktor nuklir generasi baru di Georgia dan South Carolina yang berjalan lambat dan melebihi anggaran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gregor Samsa
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: