Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil menegaskan kegiatan spekulasi dengan berinvestasi di bidang tanah tidak memberikan manfaat bagi masyarakat.
"Kalau uang ditaruh di bank, maka orang-orang bisa pinjam sehingga bermanfaat. Tapi kalau uang ditaruh (investasi) di bidang tanah, pemilik tanah bermanfaat karena harganya naik terus, tetapi masyarakat tidak mendapatkan manfaat," kata Sofyan di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (1/2/2017).
Dia menjelaskan semakin banyak orang yang berspekulasi di bidang tanah, maka akan membuat harga tanah naik. "Maka sangat sulit bagi (orang) muda-muda untuk membeli rumah," kata Sofyan.
Dia mengatakan pemerintah akan mengontrol tanah sehingga harga rumah lebih terjangkau. Hal tersebut juga untuk mengakomodasi kepentingan industri dan infrastruktur.
"Kalau orang tahu pemerintah akan bikin infrastruktur, orang beli (tanah) dulu. Begitu tahu jalan tol mau dibangun, orang beli tanah dulu," ujar Sofyan.
Oleh karena itu, percepatan pendaftaran tanah menjadi penting untuk sertifikasi tanah yang bertujuan mengetahui status kepemilikan tanah.
"Sehingga orang ketika ingin investasi di tanah menjadi tidak terlalu menarik. Jangan sampai tanah menjadi bahan spekulasi," ucap Sofyan.
Sementara itu, peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Shinta Dwi Nofarina, menilai rencana pengenaan pajak progresif tanah menganggur apabila diterapkan dapat meredam aktivitas spekulan tanah yang selama ini dinilai menyebabkan kecenderungan harga lahan naik.
"Kami melihat kebijakan ini cukup bagus karena meredam aktivitas spekulan tanah. Sekarang ini banyak spekulan yang menyebabkan penaikan harga tanah menjadi cepat, setiap tahun sekitar 20-25 persen," kata Shinta.
Selain itu, dia juga mengatakan kebijakan pajak progresif dapat menstimulus pemilik tanah agar lebih produktif dan menghasilkan efek pengganda (multiplier effect) bagi aktivitas ekonomi.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan sedang mengkaji penerapan pajak progresif bagi tanah yang tidak dimanfaatkan oleh pemiliknya untuk mendorong pemanfaatan lahan agar lebih efisien dan produktif.
Kepala BKF Suahasil Nazara mengakui pengenaan tarif pajak kepada tanah yang menganggur bisa saja diterapkan, karena banyak sekali masyarakat yang berinvestasi di lahan namun pemanfaatannya masih minimal.
"Prinsipnya kami mengerti bahwa ada keinginan untuk memajaki tanah-tanah yang idle agar bisa lebih produktif," ujar dia.
Suahasil memastikan pajak ini bisa berfungsi sebagai insentif atau disinsentif bagi pemilik lahan agar mau mengolah maupun menggunakan tanah tersebut dengan optimal dan tidak sekadar menganggur. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil