Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Muhammad Syarkawi Rauf menegaskan pihaknya siap menghadapi banding yang diajukan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (Yamaha) dan PT Astra Honda Motor (Honda). Kedua pabrikan otomotif raksasa tersebut diketahui tidak menerima vonis bersalah atas praktik kartel penetapan harga skuter matik 110 dan 125cc dari KPPU pada Februari lalu.
Syarkawi mengungkapkan KPPU memiliki setidaknya dua bukti kuat yang akan menjadi 'senjata' di pengadilan. Vonis bersalah atas praktik kartel skuter matik yang ditindaklanjuti dengan denda masing-masing Rp25 miliar dan Rp22,5 miliar kepada Yamaha-Honda diklaimnya sudah tepat. Vonis tersebut merupakan upaya menciptakan persaingan usaha yang sehat di Tanah Air.
Syarkawi membeberkan bukti pertama berupa adanya jalinan komunikasi yang melibatkan direksi kedua perusahaan otomotif tersebut, baik melalui surat elektronik alias e-mail maupun pertemuan langsung. "Banyak bukti-bukti yang kami pegang. Pertama, ada namanya circumstantial evidence (bukti keadaan), dimana direksi perusahaan aktif berkomunikasi, baik pertemuan langsung maupun e-mail," katanya, di Makassar, Jumat (3/3/2017).
Bukti kedua, menurut Syarkawi, berupa analisa ekonomi perihal kenaikan harga motor Yamaha dan Honda. Ia menilai perkembangan harga skuter matik pada dua pabrikan otomotif asal Jepang tersebut tidak wajar. Yamaha dan Honda yang memiliki market share besar selalu menaikkan harga motor secara beriringan. Sedang perkembangan harga skuter matik pada pabrikan otomotif lain malah stagnan.
"Nah, jelas tercermin adanya perkembangan harga yang relatif sama dari waktu ke waktu (antara Yamaha dan Honda). Kalau satu perusahaan naikan harga, yang lainnya juga ikut naikan harga dan gap-nya selalu sama. Tapi, hanya melibatkan dua perusahaan karena yang lainnya tidak seperti itu. Makanya, kami meyakini bahwa di situ terjadi persekongkolan," ucap alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin tersebut.
Syarkawi menegaskan tanggapan miring beberapa pihak yang menyebut sanksi terhadap Yamaha dan Honda bisa merusak iklim investasi merupakan kekeliruan. Malah, KPPU menjatuhkan sanksi kepada dua perusahaan otomotif untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat. "Penegakan hukum juga merupakan faktor penentu dalam persaingan usaha," terangnya.
Syarkawi mengimbuhkan KPPU siap memberikan penjelasan kepada DPR RI mengenai vonis bersalah praktik kartel Yamaha dan Honda. Pemanggilan KPPU dijadwalkan seusai anggota DPR RI menjalani masa reses. Diperkirakan pemanggilan pihak KPPU berlangsung pada akhir Maret mendatang.
Yamaha dan Honda diketahui terbukti bersalah melakukan praktik kartel dalam sidang putusan majelis KPPU, Senin lalu. Kedua pabrikan itu dinilai bersekongkol mengatur kenaikan harga sepeda motor dari 100 cc sampai 150 cc pada 2012 hingga 2014. Yamaha dan Honda terbukti bersalah melakukan praktik kartel yang melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Untuk diketahui, kasus ini bermula dari kecurigaan KPPU terhadap penguasaan pasar kedua pabrikan asal Jepang itu di kelas motor skuter matik 110-125 cc di Indonesia. Kedua pabrikan itu disebut menguasai 97 persen pasar dalam beberapa tahun terakhir.
Investigator KPPU juga menemukan adanya pergerakan harga motor skutik Yamaha dan Honda yang saling beriringan. Mereka menganggap adanya perjanjian tak tertulis di antara pemimpin kedua pabrikan itu untuk mengatur harga jual skutik.
Dalam sidang mereka telah menjatuhkan denda masing-masing Rp25 miliar dan Rp22,5 miliar kepada Yamaha dan Honda lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan praktik kartel.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Sucipto