Uber Technologies akan menarik layanan mereka di Denmark mulai April 2017 karena undang-undang tentang taksi yang menerapkan aturan baru, seperti meteran tarif, tidak lagi mengakomodir layanan mereka di negara tersebut.
Sejak hadir di Denmark pada 2014 Uber mendapat penolakan dari serikat sopir taksi, perusahaan, dan politikus yang memprotes tarifnya lantaran dianggap tidak adil karena berbeda dengan standar yang dibuat untuk perusahaan taksi.
Perusahaan transportasi berbasis aplikasi dalam jaringan (daring) atau online di internet memiliki sekira 2.000 sopir dan 300.000 pengguna di Denmark itu menyampaikan keterangan tertulis bahwa akan menutup layanan mereka pada 18 April 2017 karena undang-undang terbaru.
Meskipun pemerintahan minoritas liberal ingin menderegulasi bisnis taksi dan mengakomodasi operator baru layaknya Uber, UU taksi yang diperkenalkan Februari 2017 menetapkan aturan mengenai kewajiban meteran tarif (argometer) dan sensor tempat duduk di Denmark.
"Bagi kami beroperasi lagi di Denmark maka regulasi yang ditawarkan perlu berubah. Kami akan bekerja sama dengan pemerintah dengan harapan mereka memperbarui regulasi yang ditawarkan dan membuat warga Denmark dapat merasakan keuntungan teknologi modern, seperti Uber," demikian pernyataan Uber, seperti dikutip Reuters.
Adapun, di Indonesia Uber secara tegas menolak revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. Regulasi ini dianggap berdampak buruk terutama bagi pengemudi sebagai mitra Uber.
"Uber Indonesia memiliki concern terhadap beberapa hal dalam draft revisi PM 32/2016," ujar Rosabelle Sibarani, FleishmanHillard mewakili Uber Indonesia dalam pesan singkatnya kepada Warta Ekonomi, Jakarta, Rabu (15/3/2017).
Lebih jauh, Rosabelle mengatakan apabila peraturan tersebut diterapkan, masyarakat Indonesia akan semakin kesulitan untuk mendapatkan akses terhadap pilihan mobilitas.
"Akan semakin sulit bertransportasi yang dapat diandalkan serta peluang ekonomi yang fleksibel, yang ditawarkan oleh ride-sharing," tuturnya.
Ia pun berharap agar pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan memperhatikan pengguna maupun transportasi berbasis aplikasi karena tarif yang diberikan selama ini dirasa sesuai kebutuhan ekonomi.
"Kami akan terus berkomunikasi dengan pemerintah guna memastikan kepentingan para penumpang dan mitra pengemudi dapat diutamakan serta memastikan bahwa inovasi dapat terus berkembang di Indonesia," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo