Belum lama ini industri perbankan nasional diramaikan dengan pemberitaan kasus penerbitan sertifikat bilyet deposito ?bodong? yang melibatkan oknum pejabat PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN). Kasus tersebut memakan korban empat perusahaan dengan total kerugian hampir Rp300 miliar.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, untuk menyempurnakan ketentuan bilyet deposito, Bank Sentral perlu melakukan koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar dapat menyusun regulasi tersebut secara sempurna.
Dia berharap penyempurnaan ketentuan bilyet deposito akan meminimalisir penyelewengan dana di perbankan. "Kalau misalkan masih banyak terjadi atau masih ada lubang celah saya pikir itu perlu diperketat, bila memang diperlukan," ujarnya di Jakarta, Selasa (4/4/2017).
Di samping itu, lanjutnya, lembaga perbankan juga perlu memperkuat sistemnya. Sehingga, permasalahan seperti pemalsuan bilyet deposito yang terjadi di salah satu bank BUMN tidak terjadi di bank-bank lainnya. "Kalau di sisi lainnya memang itu upayanya untuk men-support. Jadi itu untuk membuat sektor pasar keuangan bergerak lebih fleksibel saya pikir sah-sah saja BI dan OJK melakukan itu," ucapnya.
Sebagai catatan, kasus pemalsuan bilyet deposito telah melibatkan pejabat Bank Tabungan Negara (BTN). Perseroan telah memberikan layanan atau penawaran bilyet deposito melalui kantor kasnya. Padahal, kantor kas seharusnya cuma bisa melayani setoran dan pembayaran.
Dalam melayani bilyet deposito, BTN memberikan wewenang lebih kepada kepala kantor kasnya. Wewenang tersebut diberikan lantaran bank mengejar target perolehan dana nasabah (Dana Pihak Ketiga/DPK). Semestinya, calon deposan harus mendatangi kantor bank tersebut dengan tingkat yang lebih tinggi.
Menurut analisis OJK, BTN telah melanggar tiga ketentuan. Pertama, ketentuan mengenai pentingnya mengetahui secara rinci nasabahnya di antaranya dengan mewajibkan pembukaan rekening dilakukan secara tatap muka. Di mana BTN sendiri tidak menjalankan prosedur tersebut
Kemudian, kedua, pengendalian internal yang tidak berjalan sesuai dengan aturannya. Dan ketiga, adanya indikasi kuat terjadinya konspirasi antara pegawai bank dengan mediator pemilik dana. Adanya kasus pemalsuan bilyet deposito ini, OJK pun langsung melarang seluruh kantor kas BTN melayani pembukaan rekening baru.
Pihak BTN pun mengaku, kasus pemalsuan bilyet deposito tersebut terbongkar setelah Perseroan menerima laporan tentang kegagalan pencairan deposito sebelum jangka waktu pencairan pada 16 November tahun lalu. Setelah melakukan verifikasi dan investigasi, BTN menemukan bahwa bilyet deposito yang dipegang nasabah adalah palsu.
Bilyet deposito BTN diduga dipalsukan oleh sindikat penipu yang menggunakan nama BTN secara melawan hukum dan dilakukan di luar sistem perseroan. BTN pun telah melaporkan dugaan pemalsuan ini ke Polda dengan nomor: TBL/5738/XI/2016/PMJ/Dit.Reskrimsus tanggal 21 November 2016. Saat ini, laporan itu telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Dewi Ispurwanti