Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tersangka Kasus BLBI Ajukan Praperadilan

        Tersangka Kasus BLBI Ajukan Praperadilan Kredit Foto: Antara/Reno Esnir
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim.

        "Kemarin, 8 Mei 2017, kami menerima panggilan praperadilan untuk kasus indikasi korupsi pemberian SKL kepada obligor BLBI. Sidang perdana diagendakan pada 15 Mei 2017," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (9/5/2017).

        Syafruddin sebagai Kepala BPPN sejak April 2002 mengusulkan perubahan kewajiban obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) yang dimiliki Sjamsul Nursalim pada Mei 2002 sebesar Rp4,8 triliun, sehingga dari tadinya proses ligitasi menjadi hanya restrukturisasi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp3,7 triliun.

        "Jadi permohonan praperadilan tersebut secara umum pemohon SAT selaku tersangka menyatakan KPK tidak berwenang terhadap kasus ini karena ini merupakan ranah perdata dan KPK tidak bisa menangani kasus yang berlaku surat karena KPK hanya berdasarkan UU No 30/2002," ungkap Febri.

        Atas permohonan praperadilan itu, menurut Febri, KPK akan menyampaikan argumentasi untuk melawannya.

        "Kami akan menghadapi dengan menyampaikan argumentasi lebih lanjut. Secara rinci kami akan jawab di sidang praperadilan tapi kami sudah jelaskan ruang lingkup yang kami lakukan adalah peristiwa pada 2002-2004," tambah Febri.

        Febri pun membantah bahwa kasus tersebut merupakan kewenangan perdata.

        "Kedua, kami tidak bicara perjanjian perdata tapi ada indikasi penerbitan SKL oleh pejabat tertentu dalam hal ini tersangka bersama-sama yang lain sementara obligor BLBI Syamsul Nursalim belum melunasi kewajibannya sehingga ada kerugian Rp3,7 triliun. Tentu kami akan pelajari termasuk mengenai aturan berlaku surut dan ranah perdata dan pidana karena pejabat publik punya kewenangan tapi apakah kewenangannya dilaksankan secara benar atau sewenang-wenang," tegas Febri. (ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: