Kondisi perekonomian di Provinsi Kalimantan Utara pada triwulan I-2017 mengalami pertumbuhan 1,13 persen atau terjadi perlambatan ketimbang triwulan IV-2016 yang tumbuh sebesar 2,18 persen.
"Perlambatan pertumbuhan ekonomi di Kaltara sama dengan yang terjadi di Kaltim, karena dipengaruhi belanja administrasi pemerintah, namun Kaltim lebih lambat yang tumbuh hanya 0,54 persen," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kaltim M Habibullah di Samarinda, Sabtu (13/5/2107).
Menurut ia, melambatnya pertumbuhan ekonomi Kaltara dipengaruhi beberapa hal, seperti lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib yang mengalami kontraksi hingga 7,01 persen.
Kemudian lapangan usaha pengadaan listrik dan gas yang terkoreksi 2,66 persen, termasuk lapangan usaha bidang konstruksi yang mengalami penurunan 1,01 persen, dan sejumlah lapangan usaha lainnya yang juga menurun.
Sedangkan lapangan usaha lain yang memberikan andil cukup besar dalam pertumbuhan ekonomi Kaltara adalah sektor pertambangan dan penggalian.
"Sektor pertambangan dan penggalian ini tumbuh sebesar 2,21 persen, lebih tinggi ketimbang sektor lainnya, disusul usaha pengadaan air yang tumbuh 2,09 persen," jelasnya.
Ia melanjutkan, jika dilihat dari sumber penciptaan ekonomi Kaltara dari sisi pengeluaran, komponen net ekspor antardaerah memberikan andil terhadap pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 8,43 persen, diikuti komponen ekspor luar negeri dengan andil 0,87 persen.
Akibat lambatnya pertumbuhan ekonomi tersebut, tambah Habibullah, PDRB atas dasar harga berlaku di Kaltara pada triwulan I-2017 hanya sebesar Rp18,67 triliun, tumbuh lambat 1,13 persen ketimbang triwulan sebelumnya yang senilai Rp18,3 triliun.
Kontribusi tertinggi pembentuk PDRB Kaltara adalah lapangan usaha pertambangan dan penggalian dengan nilai Rp5,16 triliun, diikuti sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan Rp3,21 triliun, dan sektor konstruksi dengan andil Rp2,3 triliun.
"Lapangan usaha lain yang memberikan andil pembentukan PDRB di Kaltara, antara lain perdagangan dan reparasi dengan nilai Rp2,09 triliun, industri pengolahan sebesar Rp1,84 triliun, disusul transportasi dan pergudangan senilai Rp1,25 triliun, kemudian sektor administrasi pemerintahan Rp906,89 miliar, dan jasa pendidikan Rp455,98 miliar," ujarnya. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo