Rapat kerja nasional (Rakernas) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menghasilkan tujuh rekomendasi untuk pemerintah. Rakernas tersebut telah digelar pada 12-13 Mei 2017 di aula pusat penelitian perkebunan gula Indonesia (P3GI) di Kota Pasuruan.
"Selama ini petani tebu diidentikkan tidak memiliki daya saing dan APTRI seolah-olah dinilai sebagai kelompok yang selalu menolak impor gula, sehingga membuat pihaknya berusaha untuk mengubah pikiran bagaimana impor gula bukan sebagai ancaman, namun bagaimana cara menghadapi gula impor dengan daya saing," Ketua Umum Dewan Pembina Dewan Pengurus Pusat APTRI Arum Sabil dalam keterangannya, Minggu (14/5/2017).
"Dengan pola pikir bahwa petani tebu memiliki daya saing tentu memicu petani tebu untuk meningkatkan kualitas tebunya, sehingga dengan cara meningkatkan produktivitas tebu bisa mencapai 100 ton per hektare dan rendemen 10 persen. Dengan begitu pasti biaya produksi gula bisa dibawah Rp7.000 per kilogram," ucapnya.
Menurutnya sejumlah faktor yang menyebabkan petani saat ini belum bisa mencapai produktivitas ideal tersebut yang kemudian dijadikan butir-butir rekomendasi dalam rakernas APTRI.
"Pertama, persoalan bibit tebu varietas unggul yang diharapkan petani karena selama ini untuk mendapatkan bibit tebu unggul cukup sulit atau tidak mudah didapat di sejumlah daerah," katanya.
Kedua, persoalan permodalan usaha pertanian tebu diharapkan bisa didapat dengan mudah melalui sistem avalis perusahaan gula mitra petani dengan tidak adanya jaminan.
Ketiga yakni persoalan infrastruktur irigasi pengairan pertanian, sehingga diharapkan pemerintah segera merevitalisasi karena irigasi pengairan merupakan urat nadi pertanian.
"Keempat, izin impor gula harus berdasarkan kuota kebutuhan dalam negeri, bukan berdasarkan kapasitas terpasang industri gula yang bahan baku utamanya dari gula mentah Impor," tuturnya.
Rekomendasi kelima, kata dia, revitalisasi pabrik gula dan revitalisasi tanaman tebu harus segera dilakukan, serta dijadikan prioritas utama, sehingga beberapa pokok diatas sebenarnya merupakan tanggung jawab negara.
"APTRI juga merekomendasikan kepada pemerintah, agar memperbaiki tata niaga gula impor dan pelaksanaan izin impor. Pendirian pabrik gula baru yang hanya sebagai kedok impor gula mentah supaya menjadi atensi pemerintah untuk ditinjau ulang, bahkan kalau perlu ditutup," katanya menegaskan.
Arum mengatakan rekomendasi mendesak lainnya yang ditujukan kepada pemerintah adalah pencabutan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10/M-IND/PER/3/2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku dalam Rangka Pembangunan Industri Gula.
"APTRI menilai peraturan tersebut terindikasi hanya sebagai kedok sejumlah oknum bersama mafia impor gula agar bisa mendapatkan izin impor gula mentah. Kebijakan tersebut membuka peluang kepada pabrik gula baru di Jawa maupun diluar Jawa untuk mengimpor gula mentah," ujarnya.
Bahkan untuk pabrik gula baru di luar Jawa bisa mendapatkan izin impor gula mentah hingga 80 persen dari kapasitas terpasangnya selama 7 tahun, sedangkan untuk pabrik gula baru di Jawa bisa mendapatkan izin impor gula Selama 5 tahun.
"Peraturan Menteri tersebut tidak mendidik karena sarat dengan kepentingan perburuan fee rente impor. Apabila Menteri Perindustrian tidak mencabut, maka APTRI akan menggugat secara hukum untuk segera dicabut melalui Mahkamah Agung," katanya.
APTRI menilai kebijakan tersebut bisa membunuh petani dan pertanian tebu, serta industri gula dalam negeri yang berbasis tebu rakyat. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat