Industri peternakan ayam di Tanah Air masih dikuasai oleh investor asing sehingga harga jualnya di pasaran masih dikendalikan mereka, kata Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Saidah Sakwan.
"Sekitar 80 persen kebutuhan terkait dengan peternakan ayam, mulai dari hulu hingga hilir, dikuasi oleh dua perusahaan besar milik asing," katanya di Kudus, Senin (15/5/2017).
Di sela sosialisasi "Hukum Persaingan Usaha dan Perkembangan UU Nomor 5 Tahun 1999, dia menyebutkan investor kedua perusahaan asing tersebut berasal dari Thailand dan Singapura.
Sementara itu, peternak ayam lokal yang menguasai sekitar 20 persen kebutuhan di bidang peternakan ayam. Dari persentase tersebut, diperebutkan oleh 61 perusahaan lokal.
Dengan demikian, kata dia, jumlah suplai kebutuhan terkait dengan peternakan ayam, mulai dari hulu hingga harga jual di pasaran, ditentukan oleh kedua perusahaan besar tersebut.
Untuk itu, KPPU sedang berkonsentrasi untuk menata industri peternakan ayam di Tanah Air. Dengan harapan, masyarakat bisa mendapatkan harga yang efisien, bukan harga kartel.
Menurut anggota Komisi VI DPR RI Abdul Wachid, industri peternakan ayam di Tanah Air memang dimonopoli oleh perusahaan besar yang dimiliki investor asing.
"Mulai dari telur, pakan, daging ayam, vaksin, hingga limbah daging ayam juga dikuasai oleh asing," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang diperolehnya dari salah satu pengusaha nugget, harga jual daging ayam sisa di Tanah Air harganya jauh lebih mahal daripada harga di luar negeri.
Ketika harus mengimpor daging ayam sisa dari luar negeri, lanjut dia, justru kalah bersaing dengan perusahaan nugget dari luar negeri karena mampu menjual nugget dengan harga yang jauh lebih murah.
Terkait dengan permasalahan di bidang peternakan ayam tersebut, dia berharap ada evaluasi terkait dengan beberapa poin pada Peraturan Kementerian Perdagangan supaya peternak lokal tetap bisa bersaing.
Pada kesempatan tersebut, dia juga berharap kewenangan KPPU bisa bertambah seperti halnya lembaga antirasuah. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil