Bagi perajin Sumatera Utara saat ini sangat serius menunjukkan karya terbaiknya. Baik itu berupa kerajinan tangan (handicraft), fashion, karya yang mengangkat dan melestarikan budaya, atau jenis usaha lainnya.
Sahat Tambun, pemilik usaha Tenun Uis Karo Trias Tambun yang melestarikan Uis Karo agar tidak punah nantinya. Dia memilih beralih sebagai perajin ulos atau yang dikenal dengan Uis Karo sejak tahun 1997.?
Sebelum perajin uis, dia mengawali usahanya dari kain sarung. Namun dengan pertimbagan sulit bersaing dengan kain sarung produk dari Jawa, dia memilih untuk beralih ke Uis Karo.
"Kita beralih ke produk uis ini dengan pertimbangan lebih menguntungkan. Jika sarung itu pesaing cukup berat dari Jawa, tapi uis ini saingannya hanya Samosir, Tarutung," katanya kemarin.
Untuk membuat uis Karo, awalnya mereka masih menggunakan alat tenun tradisional, gedokan. Seiring dengan perkembangan teknologi, terjadi perubahan dalam berproduksi dengan menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Bahkan saat ini meningkat dengan penggunaan ke ATBM Zakat.
"Itu suatu perubahan dari tehnologi tradisional dengan tehnologi yang lebih maju. Kemudian meningkat ke ATBM Zakat, lebih jauh lagi kami sudah bias membuat songket di Zakat," katanya yang beralamat di Kabanjahe , Sumatera Utara.
Dalam membuat Uis ini, mereka tidak hanya untuk memproduksi Uis untuk adat saja, namun juga ada yang untuk fashion. Dengan demikian karyanya semakin inovatif dan bisa dipergunakan untuk aktivitas lainnya, diluar acara adat.
Pengembangan usaha ini, Sahat mengaku tidak mudah. Karena terkendala dengan kemampuan SDM dikaro yang kurang tertarik dengan bertenun. Oleh karena itu, dia berharap agar pemerintah membantu untuk ketersedian SDM ini.?
Dalam satu bulan, mereka bisa menghasilkan 350 lembar Uis. Jumlah ini sebenarnya masih kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan. "Perhitungan saya yang kita pasok ini, hanya memasok 10% dari kebutuhan Uis Karo. Selebihnya dari Samosir, Tarutung, Medan, Binjai," ujarnya.
"Uis ini dipasarkan di Kabanjahe, Medan, bahkan hingga ke Jakarta dan beberapa daerah lainnya. Sementara untuk harga, Uis ini dipatok mulai Rp300 an ribu hingga Rp1 jutaan per lembarnya. Tergantung tingkat kesulitan dalam proses pembuatannya,"pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Khairunnisak Lubis
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: