BI membentuk tiga group working untuk menyukseskan NPG. Pasalnya, terbentang tantangan yang harus dihadapi oleh program ini.
Bank Indonesia (BI) bekerja sama dengan majalah Warta Ekonomi?menggelar seminar bertajuk Peluang dan Tantangan dalam Penerapan National Payment Gateway (NPG) di Indonesia di Hotel Borobudur, Jakarta, akhir Mei lalu. Seminar yang dihadiri bankir, perusahaan switching dan perusahaan terkait ini juga didukung oleh Bank Mandiri, BRI, BCA, dan BTN.
Direktur Eksekutif Pusat Transformasi BI Onny Widjanarko, Plt. Direktur Pengembangan Pitalebar Kemenkominfo RI Marvels Situmorang, Direktur Digital Banking & Technology Bank Mandiri Rico Usthavia Frans, dan Direktur BCA Santoso hadir sebagai panelis dalam seminar tersebut.
NPG adalah suatu sistem yang memproses transaksi pembayaran melalui berbagai instrumen (seperti kartu ATM/debit, uang elektronik, dan kartu kredit) secara elektronik. NPG bertujuan untuk mengembangkan interkoneksi dan interoperabilitas sistem pembayaran di Indonesia. Dengan adanya NPG, masyarakat dapat melaksanakan transaksi nontunai dalam negeri dari bank mana pun, serta menggunakan instrumen dan saluran apa pun secara efisien.
Direktur Digital Banking & Technology Bank Mandiri Rico Usthavia Frans mengatakan bahwa melalui NPG banyak keuntungan yang bisa didapat masyarakat dan pelaku industri perbankan dan sistem pembayaran. Menurutnya, selain aman karena menggunakan chip dan PIN, melalui NPG, semua transaksi domestik akan dilakukan secara domestik oleh pemain domestik sehingga lebih berdaulat.
"Cost saving yang signifikan juga terjadi karena kita tidak perlu lagi membayar fee kepada international principal," ujar Rico dalam seminar tersebut.
Ia mengatakan lewat NPG, business model uang elektronik diharapkan juga akan membaik dan sustainable?karena terjadi economic of scale dengan adanya sharing infrastruktur dan bank-bank tidak diadu lagi. Penerapan NPG di Indonesia bukan tidak ada tantangan. Rico melihat setidaknya ada tiga area utama yang menjadi tantangan implementasi NPG, yakni (1) kesiapan host, ATM, dan EDC; (2) biaya dan proses recarding; serta (3) kelembagaan, business model, kesiapan sistem, dan operasional lembaga services.
Adapun Direktur BCA Santoso mengungkapkan komitmen bersama diperlukan untuk mempercepat realisasi penerapan NPG pada industri perbankan dan ekosistemnya karena akan mendorong terjadinya interoperability yang baik serta untuk kepentingan nasional. Era baru NPG membutuhkan strategi yang fokus pada waktu dan biaya. Nasabah dan ekosistemnya yang terkait perlu dibekali edukasi yang cukup sehingga interoperabilitas dapat berfungsi dengan baik.
Adapun untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut, Direktur Eksekutif Pusat Transformasi BI Onny Widjanarko menuturkan pihaknya telah membentuk tiga working group bersama para pelaku industri sistem pembayaran dan pihak terkait.
Pertama, working group yang menangani teknis dan operasional, misalnya instrumen standarnya seperti apa, infrastruktur, spesifikasinya seperti kanal pembayaran harus diapakan. Selain itu, dilakukan tes awalan. Kedua, working group terkait dengan business model-nya guna menyepakati pricing, harga, dan mekanismenya. Ketiga, working group yakni terkait kelembagaan. Kebijakan NPG dilakukan melalui tiga lembaga, yakni lembaga standar, lembaga servis, dan lembaga switching sebagai pihak tengah.
Sumber: Majalah?Warta Ekonomi?Edisi VI
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo