Kalangan akademisi menyambut baik inisiatif pemerintah membuat peta baru wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peta baru itu dipandang sebagai upaya pemerintah membentengi kedaulatan dan menegakkan kewibawaan negara dalam berinteraksi dengan negara-negara tetangga terdekat dan menciptakan kepastian hukum internasional.
Dosen hubungan internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Teguh Santosa, menilai pembuatan peta itu tepat waktu di tengah gelombang baru pertarungan kepentingan di level regional dan global.
"Ini adalah sinyal yang cukup tegas dari pemerintah Indonesia, tidak hanya untuk negara tetangga, tetapi juga untuk negara-negara lain di sekitar kawasan. Peta baru ini memperlihatkan komitmen kuat Indonesia menciptakan kepastian hukum internasional dan menjaga perdamaian di kawasan," ujar Teguh dalam keterangan kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (22/7/2017).
Teguh menambahkan peta baru itu bukan sinyal agresivitas Indonesia. Justru, sambungnya, Indonesia ingin membantu negara-negara lain agar punya cara pandang yang sama terhadap batas-batas teritori sehingga tidak saling ganggu.
"Indonesia menghormati kemerdekaan dan kedaulatan negara-negara lain serta bersedia bekerja sama dengan negara-negara lain tanpa mengurangi kedaulatan masing-masing. Konsep laut nusantara yang diperjuangkan pendahulu kita dan diakui UNCLOS memberikan kesempatan kepada dunia internasional untuk menggunakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) selagi tidak bertentangan dengan kedaulatan dan perdamaian," ujarnya.
Dengan peta itu, Teguh berharap insiden di perairan Natuna tahun lalu akibat kapal-kapal ikan milik Republik Rakyat China dengan leluasa memasuki perairan Indonesia tidak akan terulang.
Wakil Rektor Universitas Bung Karno (UBK) ini juga memuji penggunaan istilah Laut Natuna Utara dalam peta baru NKRI sebagai langkah yang brilian. Istilah Laut Natuna Utara digunakan untuk menggantikan istilah Laut China Selatan.
"Penggunaan istilah Laut Natuna Utara itu brilian, sebuah penegasan atas kedaulatan dan memperlihatkan penghormatan kita pada perdamaian dan stabilitas kawasan," demikian Teguh.
Selain mengganti istilah Laut China Selatan dengan Laut Natuna Utara, peta baru itu juga memuat batas wilayah peraairan yang lebih tegas antara Indonesia dan Filipina, Malaysia juga Palau, menyusul perjanjian perbatasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dengan ketiga negara itu beberapa waktu lalu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: