Pengamat Koperasi Suroto menjelaskan bahwa beberapa regulasi sektoral mengunci kementerian koperasi dan UKM dengan melakukan diskriminasi, subordinasi, dan bahkan mengeliminasinya.
Contoh paling kongkrit di tingkat UU, misalnya UU BUMN yang mewajibkan badan hukum Persero, lalu UU Rumah Sakit yang juga sama. Bahkan sampai di tingkat Permen, seperti Permendes tentang BUMDes yang harus badan hukum Persero.
"Hal ini yang sebabkan koperasi sebagai basis ekonomi rakyat kita itu tidak berkembang dan kontribusinya jadi sangat kecil terhadap Produk Domestik Bruto ( PDB)," katanya di Jakarta, Rabu (9/8/2017).
Saat ini kontribusi Koperasi terhadap PFB hanya 4%. Kecilnya kontribusi ini dinilai tidak sesuai dengan konstitusi kita yang memberi pesan untuk mengembangkan demokrasi ekonomi, dimana koperasi itu merupakan bangunan yang cocok untuk itu.
Hal ini menjadi salah satu sebab yang membuat koperasi di Indonesia tidak berkembang sebagaimana mestinya. Di tengah berbagai kendala diatas, Suroto menilai kinerja Kementerian Koperasi dan UKM sekarang sudah baik di bawah kepemimpinan Anak Agung Gede Puspayoga dengan program reformasi total yang mencakup rahabilitasi, reoritentasi, dan pengembangan koperasi.
"Setidaknya ada upaya melakukan rehabilitasi citra koperasi," katanya.
Ini dapat dilihat dari upaya untuk membubarkan koperasi papan nama dan mengawasi rentenir berbaju koperasi, yang sepanjang sejarah Kementerian belum pernah dilakukan. Lalu upaya reorientasi dimana koperasi diarahkan ke kualitas bukan kuantitas, dan ?pengembangan berbagai usaha koperasi.
" Reformasi total koperasi bahkan mendapat apresiasi dari negara tetangga misalnya Timor Leste yang ingin meniru konsep reformasi total ini," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi