Potensi tambak garam di Nusa Tenggara Timur mencapai sekitar 60.000 hektare, namun belum memberi inspirasi yang menjanjikan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di sektor tersebut.
"Jika potensi yang ada dimanfaatkan secara maksimal, bukan tidak mungkin NTT menjadi sentra produksi garam nasional untuk menekan impor garam dari luar negeri," kata Bernard Haning, Kepala Bidang Industri Agro dan Kimia Dinas Perindustrian NTT kepada Antara di Kupang, Kamis.
Ia mengatakan potensi tambak garam yang ada hampir menyebar di semua kabupaten di wilayah provinsi berbasis kepulauan ini, namun hanya sedikit yang diolah rakyat untuk memenuhi kebutuhannya serta sebagiannya lagi digarap oleh para investor, namun belum memberikan hasil yang menjanjikan.
Haning mencontohkan luas areal tambak garam di Pulau Timor yang mencapai sekitar 6.363 hektare, namun baru 400 hektare di Desa Bipolo, Kabupaten Kupang yang diinvestasikan kepada PT Garam Indonesia, dan 1.000 hektare lainnya diolah secara tradisional oleh penduduk setempat.
Sementara potensi tambak garam di Kabupaten Timor Tengah Selatan, luasnya mencapai sekitar 1.000 hektare, namun baru dimanfaatkan oleh masyarakat setempat sekitar 10 hektare.
Hal yang sama juga terjadi di Kabupaten Timor Tengah Utara. Ada sekitar 1.000 hektare tambak garam di wilayah yang berbatasan langsung dengan daerah kantung (enclave) Timor Leste, Ambeno-Oecusse, yang disiapkan pemerintah setempat untuk memenuhi kebutuhan investor.
Di Kabupaten Sumba Tengah, potensi tambak garam yang ada mencapai sekitar 100 hektare, namun baru sekitar dua hektare yang dikelola rakyat untuk memenuhi kebutuhannya dengan tingkat produksi 40 ton/hektare.
Potensi tambak garam di Kabupaten Alor, kata Haning, mencapai sekitar 100 hektare, namun tingkat pemanfaatannya hanya sekitar 27 hektare dengan total produksi 60 ton/hektare, di Kabupaten Lembata seluas sekitar 75 hektare, namun baru digarap sekitar enam hektare dengan tingkat produksi 80 ton/hektare.
Di Kabupaten Sumba Timur, potensi tambak garam yang ada mencapai sekitar 100,14 hektare, namun baru diolah sekitar 80 hektare dengan tingkat produksi 160 ton/hektare, Kabupaten Rote Ndao luas arealnya mencapai sekitar 1.000 hektare, namun baru dimanfaatkan sekitar 51 hektare dengan tingkat produksi 80 ton/hektare.
Potensi garam di kabupaten bungsu Malaka sekitar 20.000 hektare, namun baru dimanfaatkan sekitar 5.916 hektare dengan tingkat produksi 100 ton/hektare, sedang di Kabupaten Sabu Raijua luas lahan potensial mencapai 700 hektare, namun baru diolah secara maksimal sekitar 121 hektare.
Demikian pun halnya dengan potensi tambak garam di Kabupaten Ngada, Sumba Barat Daya, Ende, Sikka, Flores Timur, Manggarai Timur dan Nagekeo dengan total luas areal mencapai sekitar 6.120 hektare. "Namun, dari total areal yang ada, baru digarap sekitar 447 hektare," katanya.
Ia menambahkan dari potensi garam yang ada mampu memproduksi sekitar 9.665 ton/tahun, dengan tingkat produksi paling tinggi di Kabupaten Sabu Raijua yang mencapai sekitar 9.000 ton/tahun, menyusul Kabupaten Nagekeo sekitar 300 ton/tahun yang dikelolah oleh PT Citam.
"Dengan adanya kebijakan khusus dari pemerintah pusat tentang investasi, kita berharap agar ruang tersebut dapat dimanfaatkan oleh para investor untuk menanamkan modalnya di sektor usaha garam agar NTT tetap terus berkembang lewat salah satu sektor industri tersebut," katanya.
Sementara, Kepala Dinas Perindustrian Kabupaten Kupang Titus Anin mengatakan potensi garam di wilayah kerjanya cukup menjanjikan, seperti di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, namun baru dikelola oleh PT Garam Indonesia seluas sekitar 400 hektare.
Sedang, potensi garam di Kecamatan Kupang Timur yang terbentang mulai dari Desa Oebelo sampai Desa Nunkurus, akan dicabut Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Panggung Guna Ganda Semesta, karena tidak pernah melakukan aktivitas selama sekitar 23 tahun lamanya.
Pertamina menargetkan sebanyak 10 SPBU di Sumatera Utara menjadi SPBU Pasti Prima hingga akhir 2017.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: