Forum Peduli BUMN mendukung sepenuhnya langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangkap tangan aparat hukum yang nakal termasuk terhadap panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Kami bukan hanya mendukung, bahkan kami mendorong KPK untuk menangkap tangan aparat hukum yang nakal. Entah itu panitera pengganti, majelis hakim, dan aparat lainnya," kata Koordinator FP BUMN Romadhon Jasn di Jakarta, Selasa (22/8/2017).
Romadhon menyikapi tertangkap tangannya panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Tarmizi SH. Namun demikian, belum diketahui secara persis kasus apa yang membelit panitera pengganti yang ditangkap itu.
Namun berdasarkan penelusuran media, Panitera pengganti itu sedang menangani beberapa kasus, salah satunya adalah kasus BUMN PT Geo Dipa Energi (Persero). Apakah terkait dengan kasus itu, hingga berita ini diturunkan belum ada penjelasan resmi dari tim komunikasi KPK maupun PN Jaksel.
Forum Peduli BUMN memang cukup kritis menyoroti persidangan yang menyeret BUMN Geo Dipa Energi karena diduga?ada permainan hukum yang berpotensi membahayakan keuangan negara melalui kriminalisasi BUMN.
Menurut Romadhon, persidangan terhadap mantan Direktur Utama PT Geo Dipa Energi Samsudin Warsa mengundang kecurigaan publik karena untuk penuntut umum memerlukan penundaan sidang sampai tujuh minggu untuk pembacaan surat tuntutan.
"Mereka meminta agar persidangan ditunda sampai tujuh minggu, nyaris dua bulan. Ini kan lucu. Setelah JPU minta ditunda sampai tiga kali, akhirnya Sidang pembacaan tuntutan dibacakan pada 2 Agustus 2017 dari semula dijadwalkan 5 Juli 2017, ada apa ini?" kata Romadhon.
Karena itu, Romadhon jauh-jauh hari mendesak agar KPK dan KY mencermati secara seksama persidangan ini sekaligus bersikap tegas setelah memantau persidangan yang berpotensi besar merugikan keuangan negara ini. Mestinya, dalam jangka waktu dua minggu penuntut umum sudah bisa membacakan surat tuntutannya sebagaimana umumnya.
"Surat tuntutan yang belum siap tersebut menunjukkan bahwa penuntut umum sebagai aparat penegak hukum sangat tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Perkara ini terlihat dipaksakan," katanya.
Terlebih, ketidakprofesionalan penuntut umum juga terlihat dari kegagalan penuntut umum untuk menghadirkan saksi fakta dan ahli padahal penuntut umum telah diberikan waktu selama 2,5 bulan (enam kali persidangan). Ditanyakan apakah OTT ini terkait dengan kasus Geo Dipa, Romadhon mengatakan tidak tahu dan meminta media untuk menunggu informasi resmi dari KPK.
"Tunggu informasi dari KPK saja. Tapi kami mendukung sepenuhnya manuver KPK untuk OTT aparat-aparat yang nakal. Kalau KPK fokus terhadap persidangan-persidangan yang memiliki unsur kriminalisasi, saya kira aparat-aparat nakal bisa habis," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo