Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tragedi Rohingya: 'Aung San Suu Kyi Tak Pantas Terima Nobel Perdamaian'

        Tragedi Rohingya: 'Aung San Suu Kyi Tak Pantas Terima Nobel Perdamaian' Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masyarakat Profesional bagi Kemanusiaan Rohingnya meminta Komite Hadiah Nobel untuk mencabut penghargaan Nobel Perdamaian yang diberikan kepada tokoh nasional Myanmar Aung San Suu Kyi karena mendiamkan kekerasan terhadap etnis Rohingnya.

        "Aung San Suu Kyi sangat tidak pantas menerima Nobel Perdamaian. Untuk itu, kami mendesak Komite Hadiah Nobel mencabut penghargaan tersebut," kata Andi Sinulingga saat melakukan demonstrasi di depan Gedung Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta, Sabtu (2/9/2017).

        Seharusnya, menurut dia, Aung San Suu Kyi berusaha keras menghentikan aksi pengusiran dan kekerasan terhadap etnis Rohingnya atas dasar nilai kemanusiaan. Apalagi, Aung San Suu Kyi kini merupakan pemimpin de facto Myanmar meskipun tidak menjabat secara formal dalam struktur pemerintah.

        Ia juga meminta pemerintah Indonesia untuk melakukan langkah-langkah diplomatik yang lebih tegas terhadap Myanmar agar menghentikan tindak kekerasan pada Rohingnya.

        "Kami mendesak Pemerintah Indonesia untuk menerima pengungsi Rohingnya untuk sementara waktu sambil melakukan langkah-langkah diplomatik," ucap Andi.

        Komunitas profesional yang terdiri atas 100 s.d. 200 orang itu juga mengingingkan agar Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) segera mengadili pihak-pihak yang bertanggung jawab atas praktik genosida terhadap etnis Rohingnya.

        Masyarakat Profesional bagi Kemanusiaan Rohingnya menyerukan hal tersebut sebagai respons terkait dengan perkembangan kekerasan terhadap etnis Rohingnya di Myanmar yang berpotensi mengancam situasi keamanan dan stabilitas kawasan Asia Tenggara.

        Sekitar 3.000 warga Rohingnya melarikan diri ke perbatasan Bangladesh karena kekerasan militer Myanmar terburuk dalam 5 tahun belakangan yang telah menewaskan 104 orang. (CP/Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: