PT Trisula Textile Industries Tbk (TTI) sebagai salah satu pilar usaha Grup Trisula Corporation, berencana melepas sahamnya ke publik melalui skema penawaran umum perdana saham atau intial public offering (IPO), Rabu (6/9/2017).
Perseroan akan melepas 300 juta saham atau setara dengan 20,69 persen dari modal disetor dan ditempatkan perseroan dengan nilai nominal Rp100. Di mana harga yang ditawarkan sebesar Rp140 hingga Rp150 per saham, sehingga total dana segar yang akan dikantongi perseroan sebesar Rp42 miliar hingga Rp45 miliar.
Direktur Utama PT Trisula Textile Industries Tbk (TTI), Karsongno Wongso Djaja mengatakan bahwa dana hasil IPO sebesar 70 persen akan digunakan untuk membeli mesin-mesin guna mendukung proses produksi Perseroan.
"Sisanya, 30 persen dana dipakai untuk modal kerja guna mendukung operasional perusahaan," ujarnya, di Jakarta, Rabu (6/9/2017).
Perusahaan telah mempercayakan kepada PT Lotus Andalan Sekuritas selaku Lead Underwriter atau penjamin pelaksana emisi efek. Masa Penawaran Awal (bookbuilding) dimulai pada 5-7 September dan pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diharapkan bisa dikantongi pada 15 September.
Masa Penawaran ditargetkan pada 19-22 September dan Pencatatan Saham (listing) di Bursa Efek Indonesia diharapkan terealisasi pada 28 September 2017. Perusahaan yang memiliki pabrik di Cimahi ? Bandung, Jawa Barat ini, menargetkan sahamnya akan tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 28 September 2017
Menurutnya, prospek bisnis sektor tekstil masih sangat menjanjikan. Dengan jumlah perusahaan yang begitu banyak di Indonesia, tentunya hal ini menjadi captive market bagi Perseroan. Mengingat, mayoritas perusahaan-perusahaan besar di Indonesia untuk menjaga image perusahaan, salah satunya adalah menyediakan uniform.
"Mayoritas pasar yang kami bidik seperti: instansi pemerintah, perusahaan swasta, perbankan, maskapai penerbangan, maupun perusahaan-perusahaan milik negara serta swasta. Apalagi, mengacu data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), pertumbuhan industri tekstil di Indonesia diprediksi terus membaik dengan pertumbuhan rata-rata tahunan (CAGR) sebesar 7,9 persen," terangnya.
Lebih lanjut, Karsongno menambahkan, Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) merupakan industri pengekspor terbesar kedua dengan kontribusi sebesar 10,8 persen atas total ekspor selama tahun 2016. Selain itu, upah tenaga kerja industri TPT Indonesia juga relatif kompetitif dibandingkan negara-negara di kawasan ASEAN dengan rata-rata sebesar US$175 per bulan atau kira-kira Rp2,3 juta per bulan.
Menurut Karsongno, sektor tekstil juga ditopang beberapa insentif dari pemerintah, serta pemerintah telah menerbitkan PerPres Satgas Penertiban Impor Beresiko Tinggi untuk menanggulangi import illegal.
Sementara itu berdasarkan kinerja keuangan, menurut Direktur Administrasi Trisula R. Nurwulan Kusumawati mengungkapkan bahwa Perseroan dalam hal pelaksanaan IPO ini menggunakan laporan keuangan Per 31 Maret 2017. Aset Trisula tercatat sebesar Rp414 miliar, naik 7 persen dari akhir tahun 2016 sebesar Rp387,98 miliar. Pendapatan perusahaan per 31 Maret 2017 mencapai Rp111,35 miliar, terbagi atas penjualan lokal Rp104,36 miliar, dan penjualan pasar ekspor sebesar Rp6,99 miliar.
"Akhir tahun 2016, penjualan lokal Trisula mencapai Rp381,52 miliar, sedangkan penjualan ekspor sebesar Rp34,64 miliar. Tahun 2016, pendapatan perseroan di-support paling besar dari bisnis polyester Rp255,07 miliar, sisanya dari bisnis uniform (seragam korporat) Rp130,62 miliar dan Rp30,47 miliar dari poly/rayon," jelasnya.
Saat ini, mayoritas saham Trisula Textile sebesar 99 persen dipegang PT Inti Nusa Damai, sedangkan 1 persen milik PT Trisula Insan Tiara. Perseroan secara operasional didukung oleh 7 (tujuh) anak usaha langsung yakni PT Mido Indonesia, PT Cakra Kencana, PT Savana Lestari, PT Sinar Abadi Citranusa, PT Permata Busana Mas, PT Prima Moda Kreasindo, dan PT Tricitra Busana Mas,? ujar Handi Suwarto selaku Direktur Independen TTI.
Perseroan kini mengandalkan 3 merek, yakni merek lokal tekstil Bellini (lahir tahun 1981), pembelian SCTI tahun 1986, merek ekspor tekstil Caterina (lahir tahun 1986) dengan konsumen Jepang, Amerika, Amerika Selatan, Timur Tengah, Australia dan Vietnam, dan corporate uniform melalui merek Mido Uniform yang dikelola anak usaha Mido Indonesia dengan klien perusahaan swasta dan BUMN.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi