BI: Perlu Dua EFC untuk Integrasi Pembayaran Elektronik Jabodetabek
Bank Indonesia (BI) menjelaskan bahwa strategi integrasi sistem pembayaran elektronik moda transportasi disinergikan dengan membentuk 2 entitas berbeda.
Pertama, unit usaha yang berada dibawah BUMN untuk moda transportasi yang dikelola oleh BUMN. Kedua, konsorsium yang berada dibawah Pemprov DKI dan berbentuk BUMD untuk moda transportasi yang juga dikelola oleh BUMD.
Kedua entitas tersebut harus bersinergi dengan menyediakan infrastruktur pemrosesan uang elektronik yang saling terkoneksi dan saling dapat beroperasi. Selain itu, BI memandang diperlukan juga suatu entitas Electronic Fare Collection (EFC) yang paling tidak menjalankan 4 fungsi utama dalam integrasi sistem pembayaran antar-moda.
"Fungsi pertama menyediakan, memantau, dan mengelola dashboard data transportasi publik, termasuk data lalu lintas penumpang yang akan memberikan potret perilaku transportasi masyarakat yang akan menjadi bagian penting dalam perumusan kebijakan transportasi," ujar Gubernur BI, Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu (6/9/3017).
Kedua, melakukan proses rekonsiliasi, kliring, dan setelmen antar-operator. Ketiga, mengelola Publik Service Obligation (PSO) dari beberapa operator, yaitu subsidi harga yang ditanggung oleh APBN atau APBD.
Keempat, menyelenggarakan Customer Relation Management, termasuk penyediaan fasilitas top-up seperti vending machine dan menyusun Customer Loyalty Program seperti membership dan diskon.
Menurut Agus, dengan mempertimbangkan kepemilikan yang berbeda dari masing-masing operator moda, serta adanya Public Service Obligation dalam bentuk subsidi harga yang juga berbeda di wilayah Jabodetabek, maka BI memandang sinergi yang perlu ditempuh adalah melalui pembentukan 2 entitas EFC yang berbeda.
"Entitas EFC pertama menaungi moda transportasi yang dikelola BUMN, yaitu Kereta Commuter Jakarta, PPD, Damri dan dalam waktu dekat ditambah kereta bandara Soekarno-Hatta yaitu Railink, serta LRT Bodetabek. Untuk kelompok ini, diharapkan peran PT Kereta Api Indonesia dibawah arahan Kementerian BUMN dapat menjadi entitas EFC tersebut," tukasnya.
Sedangkan entitas EFC kedua adalah yang menaungi moda transportasi dibawah pengelolaan BUMD, yaitu Transjakarta, dan kedepan akan ditambah MRT, serta LRT Jakarta.
"Untuk kelompok ini diharapkan dapat dibentuk konsorsium dibawah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta guna menjadi entitas EFC yang kedua," ungkapnya.
Dengan target waktu pembentukan dua entitas EFC tersebut yaitu pada akhir tahun 2017, maka penggunaan uang elektronik dari berbagai penerbit (multi-issuer) nantinya tidak hanya akan dapat digunakan pada berbagai moda transportasi (multi-moda), namun juga akan beroperasi dalam lingkungan yang saling interconnected dan interoperated.
Lebih lanjut, katanya, pada akhir tahun 2018 diharapkan kedua EFC tersebut telah saling terhubung dan dapat menyediakan layanan yang terintegrasi penuh. Dan nantinya kedua EFC tersebut juga akan terhubung dengan integrasi yang dilakukan pada jalan tol melalui Electronic Toll Collection (ETC).
"Sehingga kami optimis masyarakat Jabodetabek ke depan akan diberikan lebih banyak pilihan produk uang elektronik, dengan akses pemanfaatan antar-moda transportasi yang semakin luas, serta dengan kemudahan pembelian instrumen dan top-up yang terus meningkat. Hal ini tentunya sejalan dengan arah pengembangan Smart City di Provinsi DKI Jakarta melalui salah satu unsurnya yaitu Smart Mobility dalam bentuk integrasi transportasi publik," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Tag Terkait: