Korea Utara: Nuklir Adalah Aset Berharga dan Tidak Bisa Ditukar dengan Apapun
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Senin (17/10/2017) bahwa negaranya telah membatasi hubungan ekonomi, ilmiah dan lainnya dengan Korea Utara sesuai dengan sanksi dari PBB, dan Uni Eropa juga mengumumkan sanksi baru kepada Pyongyang karena telah mengembangkan senjata nuklir dan rudal balistik.
Sekretaris Negara A.S. Rex Tillerson mengatakan pada hari Minggu (15/10/2017) bahwa upaya diplomatik yang bertujuan untuk menyelesaikan krisis Korea Utara "akan berlanjut sampai bom pertama turun." Komitmennya terhadap diplomasi terjadi meskipun tweet Presiden Donald Trump beberapa minggu yang lalu mengatakan bahwa utusan utamanya tersebut "membuang-buang waktunya" ketika mencoba untuk bernegosiasi dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, yang olehnya disebut-sebut sebagai "Little Rocket Man."
Duta Besar Korea Utara untuk PBB menyatakan senjata nuklir dan rudal negaranya merupakan "aset strategis berharga yang tidak dapat dibalik atau ditukar dengan apapun," ujarnya, sebagaimana dikutip dari CNBC, Selasa (17/10/2017).
"Jika kebijakan yang bermusuhan dan ancaman nuklir A.S. benar-benar diberantas, kita tidak akan pernah menempatkan senjata nuklir dan roket balistik kita di meja perundingan dalam kondisi apapun," tutur Kim.
Dirinya mengatakan kepada komite perlucutan senjata bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea atau the Democratic People's Republic of Korea, nama resmi Korea Utara telah berharap untuk sebuah dunia yang bebas akan senjata nuklir.
Sebaliknya, Kim mengatakan, semua negara nuklir mempercepat modernisasi senjata mereka dan "menghidupkan kembali perlombaan senjata nuklir yang mengingatkan pada era Perang Dingin." Dirinya mencatat bahwa negara-negara senjata nuklir, termasuk Amerika Serikat, telah memboikot negosiasi untuk Traktat Larangan Senjata Nuklir yang disetujui pada bulan Juli oleh 122 negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa.
"DPRK secara konsisten mendukung penghapusan total senjata nuklir dan upaya denuklirisasi seluruh dunia," tegasnya.
"Namun, selama Amerika Serikat menolak perjanjian tersebut dan terus-menerus mengancam dan mengkhianati DPRK dengan senjata nuklir, DPRK tidak dalam posisi untuk menyetujui perjanjian tersebut," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo