Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Quo Vadis Industri Ritel Indonesia

        Quo Vadis Industri Ritel Indonesia Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Belakangan ini industri ritel di Indonesia sedang mengalami penurunan cukup signifikan. Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir penurunan industri ritel tersebut disertai dengan penutupan banyak outlet, seperti 7-Eleven yang menutup seluruh?gerai di Indonesia dikarenakan mengalami kerugian cukup besar.

        Penutupan ritel bukan hanya di industri makanan dan minuman seperti 7-Eleven, namun disusul oleh departement store. Beberapa department store seperti Matahari, Lotus, dan Debenhams (MAP Group) juga?sudah dan akan?menutup gerai mereka pada tahun 2017 ini.

        Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) memprediksi pertumbuhan industri ritel di Indonesia melambat dikarenakan ada perubahan perilaku belanja kaum milenial. Hal ini terlihat dari data Aprindo yang menyebutkan tren pertumbuhan industri ritel terus menurun sejak tahun 2013 silam.

        Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey mengatakan industri ritel melamban sejak periode 2012-2013. Adapun, pada?tahun 2017 industri ritel di Indonesia terus mengalami penurunan. Aprindo mengakui penjualan ritel pada kuartal pertama tahun ini mengalami penurunan yang cukup signifikan. Tercatat, pertumbuhan penjualan industri ritel menurun drastis sebesar 20 persen menjadi Rp30 triliun sepanjang kuartal I di tahun 2017 dibandingkan dengan tahun 2016 di kuartal yang sama yang mencapai Rp40 triliun.

        Roy Nicholas Mandey mengungkapkan pertumbuhan bisnis industri ritel tercatat sangat sulit sepanjang bulan Januari dan Februari 2017?dan mulai bergerak positif di bulan Maret. Walaupun ada pergerakan positif, namun pergerakan pada bulan Maret tidak bisa meningkatkan pertumbuhan kuartal I secara kumulatif.

        Menurut Roy, ada beberapa hal yang menyebabkan penurunan industri ritel di Indonesia. Pertama, adanya kekisruhan pada masa pemilihan kepala daerah (pilkada) yang membuat masyarakat cenderung khawatir dan menahan diri untuk berbelanja, khususnya di toko-toko ritel. Kedua, program pengampunan pajak atau tax amnesty?yang membuat masyarakat menahan diri untuk berbelanja.

        Ia??juga mengakui masyarakat sedang mengalami perubahan perilaku, khususnya dalam pola berbelanja. Saat ini masyarakat lebih memilih bertransaksi secara online dibanding secara konvensional seperti di ritel.

        Perubahan teknologi juga membuat para generasi?muda?mengandalkan media sosial sebagai media untuk mendapatkan berbagai informasi dan membeli apapun melalui internet. The Nielsen Global Survey of E-commerce melakukan penelitian terhadap pergeseran perilaku belanja para generasi internet. Penelitian dilakukan berdasarkan pendekatan internet di beberapa negara.

        Nielsen melakukan riset terhadap 30 ribu responden yang memiliki akses internet memadai. Responden tersebut berasal dari 60 negara di Asia Pasifik, Eropa, Amerika Latin dan Utara, serta Timur Tengah. Tercatat, perkembangan bisnis ritel pada kuartal I-2017 hanya mencapai angka 3,7% jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

        Yang menarik, masih menurut Nielsen, konsumsi produk fast moving consumer goods (FMCG) di minimarket naik sebanyak 7% dibanding supermarket yang hanya mencatatkan angka kenaikan 0,4%, sangat mungkin kepraktisan menjadi alasan konsumen lebih suke berbelanja di minimarket.

        Bisnis e-commerce di Indonesia diperkirakan terus bertumbuh maju seiring dengan semakin banyaknya perusahaan yang mengembangkan usaha secara online. Perkembangan positif tersebut diperkuat dengan data Sensus Ekonomi 2016 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa industri e-commerce di Indonesia dalam 10 tahun terakhir tumbuh sekitar 17% dengan total sekitar 26,2 juta usaha.

        Sementara itu, Bloomberg menyatakan bahwa pada 2020 lebih dari separuh penduduk Indonesia terlibat dalam kegiatan e-commerce?dan McKinsey memperkirakan peralihan ke dunia online akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga US$150 miliar pada 2025.

        Ketua Umum Indonesia E-Commerce Association (idEA)?Aulia E Marinto mengatakan berdasarkan realitas tersebut pihaknya sangat yakin pertumbuhan e-commerce di Indonesia akan terus meningkat. Penurunan retail di Indonesia memberikan dampak terhadap e-commerce di Indonesia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: https://wartaekonomi.co.id/author/redaksi_1
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: