Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta akan mengikuti dan memantau perkembangan penyidikan kasus PT Bank Maybank Indonesia Tbk yang tidak membayar upah kepada pekerjanya setelah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Polda Metro Jaya.
"Jaksa peneliti yang telah ditunjuk akan mengikuti dan memantau perkembangan penyidikannya," kata Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati DKI, Nirwan Nawawi di Jakarta, Minggu.
Sesuai peraturan, setelah kepolisian melakukan penyidikan maka akan segera mengirim SPDP kepada Jaksa Penuntut Umum melalui Kajati atau Kajari. Pengiriman SPDP itu awal koordinasi antara kepolisian dan kejaksaan dalam suatu kegiatan penyidikan.
Kajati/kajari akan melakukan pemantauan perkembangan penyidikan dan melakukan penelitian berkas perkara atau dikenal dengan P16A. Jaksa yang ditunjuk akan melakukan koordinasi dengan para penyidik kepolisian.
Nirwan menyatakan pihaknya menerima SPDP itu pada 23 Oktober 2017 atas nama terlapor Eri Budiono (Direktur Perbankan Global PT Bank Maybank) dan Ricky Antariksa (staf PT Bank Maybank), katanya.
Ia menjelaskan SPDP tersebut diterbitkan atas pelaporan Anton Feri Hazairin yang melaporkan adanya tindak pidana pengusaha tidak membayar upah pekerja.
SPDP tersebut teregister dari Polda Nomor B/16750/X/2017/2017/Polda Metro Jaya tanggal 19 Oktober 2017.
Dalam SPDP itu menyebutkan pasalnya, Pasal 186 jo Pasal 93 ayat 2 huruf f Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang terjadi di PT Bank Maybank Indonesia Tbk yang beralamat di Gedung Sentral Senayan, Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat.
"Tentunya Kejati DKI menindaklanjutinya oleh jaksa peneliti yang telah ditunjuk, akan mengikuti dan memantau perkembangan penyidikan," katanya.
Pasal 186 ayat (1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 35 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137 dan Pasal 338 ayat (1), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (lempat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (lempat ratus juta rupiah).
Pasal 93 ayat (2) huruf f UU Ketenagakerjaan mengatur mengenai kewajiban pengusaha untuk tetap membayarkan upah kepada pekerja yang tidak bekerja karena dihalangi pengusaha. Sementara Pasal 186 UU Ketenagakerjaan menjelaskan mengenai ancaman sanksi yang dapat dikenakan atas pelanggaran pasal 93 ayat (2) huruf f. (ANT)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Gito Adiputro Wiratno
Tag Terkait: