Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Produsen SKM Diminta Jujur Ungkap Kandungan Produknya

        Produsen SKM Diminta Jujur Ungkap Kandungan Produknya Kredit Foto: Ning Rahayu
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Arif Hidayat Ketua Pengurus Harian YAICI mengatakan, saat ini banyak perusahaan yang memanfaatkan anak-anak dalam iklan produk mereka. Padahal, produk tersebut tidak diperuntukan untuk anak-anak. Misalnya, iklan dan label susu kental manis (SKM). Hal tersebut diungkapkan Arif dalam rangka Peringatan hari kesehatan nasional dan hari anak internasional di Museum Olahraga Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Minggu (19/11/2017).

        "Label dan iklan ini sudah tentu menyesatkan para orang tua. SKM diperuntukan sebagai topping makanan dan minuman sekarang beralih menjadi minuman menyehatkan, padahal kandungan gulanya melebihi 50%," terang Arif dalam konferensi pers.?

        Terkait iklan susu kental manis, Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI dr. Erni Gustina mengakui bahwa iklan-iklan yang ada, sasaran utamanya saat ini adalah anak-anak. Dia menambahkan, konsumsi gula, garam, dan lemak dalam jumlah tinggi pada anak akan mengakibatkan berbagai penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas. Sementara itu, batas konsumsi gula maksimal adalah 4 sendok makan dalam satu hari. Di atas itu (konsumsi gula 4 sendok), pada seorang anak meningkatkan diabetes dan hipertensi," tambah Erni dalam kesempatan yang sama.?

        Senada dengan Erni, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Dewi Setyarini mengakui aduan tentang iklan SKM banyak masuk ke KPI. Banyak aduan yang masuk, tetapi kami belum mempunyai sumber daya untuk menilai kandungan produk dari SKM. Perlu kerja sama dengan BPOM, jelas Dewi.

        Indonesia pada periode 2015-2035 diprediksi mengalami potensi kerugian hingga Rp71 ribu triliun akibat penyakit tidak menular. Evidence & Analitycs, lembaga riset kesehatan yang berbasis di Manchester, Inggris, menyebutkan kerugian itu merupakan akumulasi dari biaya pengobatan dan berbagai pengeluaran sebagai dampak penyakit, termasuk hilangnya produktivitas penderita di usia kerja.

        Beban kerugian tersebut seharusnya dapat ditekan hingga Rp16.900 triliun bila pemerintah bisa mengatasi angka kematian akibat penyakit tidak menular seperti jantung dan diabetes. Data Riskesdas 2013 menunjukan prevalensi diabetes di Indonesia cenderung meningkat, yaitu dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% tahun 2013. Diabetes juga tercatat sebagai pembunuh nomor 3 di Indonesia.

        Ketua Yayasan Abiphraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) dr. Winny Gunarti mengatakan, kerugian akibat penyakit tidak menular tidak hanya ditanggung oleh orang per orang, tetapi juga berdampak pada kerugian bangsa secara umum. Kerugian materi akibat biaya berobat serta kerugian yang diakibatkan berkurangnya produktivitas warga Negara yang turut berdampak terhambatnya pembangunan.

        Untuk menekan potensi kerugian Negara tersebut, yang perlu dilakukan adalah melindungi anak-anak dari risiko terkena penyakit tidak menular. Karena anak-anak hari ini yang akan menjadi generasi penggerak Indonesia di masa mendatang. Dengan melindungi anak-anak hari ini, kita turut melindungi generasi emas Indonesia 2045, jelas Winny Gunarti.?

        Kekhawatiran serupa juga diungkap oleh Wakil Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo yang menyoroti gaya hidup anak-anak sekarang yang sangat kental dengan merek-merek makanan dan minuman siap saji. Jika mereka lapar, langsung yang dicari nama restoran fast food, jelasnya.

        Terkait dengan SKM, Yatmo menilai saat ini produsen SKM masih menutupi kandungan gula yang terkandung dalam SKM tersebut. Produsen harus membuka kandungan gula yang sebenarnya dari SKM, saat ini para orang tua menjadi korban dari iklan yang ada, tambahnya.

        Komisioner KPAI bidang kesehatan Sity Hikmawati menjelaskan, asupan gizi yang masuk ke anak tergantung dari orang tuanya. Jika orang tuanya tidak mempunyai referensi makanan dan minuman maka asupan gizi kepada anak-anaknya juga dipertanyakan. "Termasuk banyaknya kandungan gula yang dikonsumsi setiap hari," jelas Siti.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ning Rahayu
        Editor: Fauziah Nurul Hidayah

        Bagikan Artikel: