Rencana pembentukan holding tambang yang melibatkan PT Timah (Persero) Tbk (TINS), PT Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), dan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM) ternyata memantik polemik baru. Belum jelasnya mekanisme pembentukan holding tersebut menjadi salah satu alasan timbulnya pro dan kontra dalam langkah strategis ini.
Salah satu hal yang digarisbawahi dalam pembentukan holding tersebut adalah hilangnya status persero di dalam tubuh 3 BUMN tambang tersebut. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada A. Tony Prasetiantono mengatakan rencana pembentukkan holding pertambangan dinilai tidak akan efektif jika ditujukan dalam rangka meningkatkan efisiensi.?
"Malah akan memunculkan masalah baru, khususnya di sisi manajemen," katanya di Jakarta, Senin (20/11/2017).
Lebih lanjut dirinya mengatakan skema yang lebih tepat untuk dilakukan adalah merger, bukan holding. Meski begitu, dia juga mengatakan skema merger harus dilakukan dalam kondisi yang kondusif, mengingat adanya potensi gejolak yang timbul dari proses tersebut.?
Oleh karena itu, diharapkan pemerintah, dalam hal ini Kementerian BUMN, mengkaji ulang rencana holdingisasi BUMN tambang ini. Tony menjelaskan, desakan untuk mengkaji ulang rencana pembentukan holding BUMN pertambangan didasarkan karena terdapat ketidakefektivan dari implementasi holding sebelumnya di sektor perkebunan dan semen.?
Hal ini diketahui dari tidak tercapainya tujuan utama pembentukkan holding di sektor semen dan perkebunan. "Saya tidak sreg dengan holding, dan kalau pun jadi holding, hanya transisi 3 tahun untuk merger. Coba lihat, holding semen juga tidak efektif karena mereka masih bawa entitas masing-masing dan membawa budaya organisasi masing-masing," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Fauziah Nurul Hidayah