Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Denpasar Wilayah Kerja Nusa Tenggara Barat merilis hasil tangkapan nelayan di Pulau Lombok dan Sumbawa berupa hiu sebanyak 8.006 ekor sepanjang 2016.
"Jenis hiu yang ditangkap nelayan adalah yang diperbolehkan untuk diperdagangkan," ungkap Koordinator Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilayah Kerja NTB Barmawi di Mataram, Minggu (10/12/2017).
Menurut Barmawi, jumlah ikan hiu hasil tangkapan nelayan sepanjang 2016 meningkat dibanding 2015 sebanyak 5.198 ekor.
Jenis hiu yang ditangkap para nelayan, yakni hiu kejen (Carcharhinus falciformis), hiu lonjor (Carcharhinus limbatus), hiu martil (Sphyrna lewini), hiu macan (Galeocerdo cuvier), dan hiu air (Prionace glauca).
Sebagian besar hiu yang ditangkap tersebut merupakan hasil pendataan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Luar, Kabupaten Lombok Timur.
Sementara itu, ikan hiu hasil tangkapan nelayan di Pulau Sumbawa, yang didaratkan di beberapa titik, seperti Sumbawa Besar, Kota Bima, dan Sape, Kabupaten Bima, jumlahnya relatif sedikit.
Lebih lanjut, Barmawi mengatakan selain di perairan Pulau Lombok bagian selatan dan perairan Pulau Sumbawa, para nelayan di NTB, juga melakukan penangkapan hiu di perairan Madura (Jawa Timur), Laut Jawa, Selat Makassar (Sulawesi Selatan), dan perairan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Tapi sebagian besar ikan hiu dan pari yang didaratkan di TPI Pulau Lombok, hasil tangkapan di perairan NTT," ujarnya.
Barmawi juga menuturkan para nelayan di bagian selatan Pulau Lombok, tertarik melakukan perburuan hiu karena memiliki nilai ekonomi yang relatif tinggi, di samping belum ada larangan menangkap untuk jenis tertentu.
Barmawi menjelaskan hanya hiu paus (Rhincodon typus), yang sama sekali tidak boleh ditangkap dan diperdagangkan karena populasinya terancam punah. Sedangkan, hiu koboi (Spyrna mokarra) dan hiu martil (Zygaena lewini) yang boleh ditangkap, namun tidak boleh diekspor.
Barmawi menambahkan para nelayan menjual hasil tangkapannya kepada pedagang pengumpul, namun bukan dalam bentuk utuh. Ada yang menjual sirip, kulit, dan minyak dengan harga yang relatif tinggi.
"Para pedagang pengumpul kemudian menjual antarpulau, sebagian besar ke Surabaya. Hanya sebagian kecil dikirim ke Jakarta dan Makassar, itu pun hasil tangkapan nelayan di Pulau Sumbawa," pungkasnya. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: