Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Penetapan HET Daging Sapi Rawan Penyelewengan

        Penetapan HET Daging Sapi Rawan Penyelewengan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Penerapan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk daging sapi dinilai berpotensi memunculkan kemungkinan adanya pasar gelap, kata Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi.

        "Pengalaman yang bisa diambil Indonesia dari penerapan kebijakan HET di Serbia dan Ethiopia adalah kebijakan ini berpotensi memaksa produsen untuk mengurangi hasil produksi mereka dan membuka kemungkinan bagi para distributor untuk menimbun pasokan mereka untuk menghindari kerugian," kata Hizkia di Jakarta, Rabu.

        Menurut dia, selama ini kebijakan HET tidak efektif dalam menurunkan harga daging sapi di pasaran dan sulit dipertahankan, terutama bagi importir swasta skala kecil yang harus berurusan dengan proses lisensi impor yang panjang.

        Selain itu, ujar dia, kerugian juga menimpa pedagang eceran yang harus menanggung biaya tinggi akibat proses distribusi yang panjang sehingga kebijakan tersebut dinilai tidak berpihak terhadap usaha kecil. Keadaan ini dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat dan bisa mendistorsi harga daging sapi.

        Hizkia memaparkan, ketika jumlah pasokan sedikit, konsumen dihadapkan pada terbatasnya pilihan dan akhirnya membuka peluang bagi mereka untuk beralih ke pasar gelap yang menjual daging sapi dengan harga yang lebih tinggi dari HET.

        Sebelumnya, Hizkia juga mengingatkan bahwa mengatasi rantai distribusi panjang yang ada di berbagai daerah dinilai bakal bisa menurunkan tingkat harga daging sapi lokal.

        "Pemerintah memandang solusi untuk memotong rantai distribusi adalah dengan menyerahkan prosesnya ke badan-badan pemerintah. Padahal kalau pemerintah mau menangani semua proses distribusi daging sapi, maka pemerintah juga harus siap menanggung seluruh biaya terkait transportasi," katanya.

        Menurut Hizkia, dalam kondisi seperti itu, proses distribusi daging sapi yang melibatkan pemerintah sebagai pelakunya akan menghabiskan anggaran negara yang tidak sedikit jumlahnya.

        Ia mencontohkan proses distribusi daging sapi di sejumlah provinsi mengacu kepada data BPS, ternyata biaya transportasi untuk distribusi daging sapi di Jawa Barat adalah Rp1.284,29 per kilogram, dan di Jawa Timur adalah Rp445,83 per kilogram.

        Dengan menggunakan angka ini, lanjut Hizkia, maka dapat diperkirakan rata-rata biaya transportasi rantai distribusi daging sapi di Indonesia adalah Rp1.004,81 per kilogram. Dengan perhitungan kebutuhan nasional yang mencapai 709.540 ton pada 2017, maka pemerintah harus menyiapkan Rp713 miliar untuk menjangkau seluruh wilayah RI.

        "CIPS mendorong pemerintah untuk menyederhanakan regulasi dan tahapan terkait rantai distribusi daging sapi. Lebih penting lagi, kita perlu memanfaatkan perdagangan internasional melalui impor. Daging sapi impor memiliki jalur distribusi yang lebih pendek. Harga daging sapi internasional juga lebih murah," ucapnya.

        Hizkia memaparkan, daging sapi lokal melewati tujuh hingga sembilan tahapan sebelum sampai di tangan konsumen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: