Uni Eropa pada Kamis (15/2/2018) berusaha menghidupkan kembali perundingan damai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang macet untuk Suriah, khawatir dengan usaha Rusia untuk melegitimasi cengkeraman kekuasaan pada sekutunya, Presiden Bashar al-Assad.
Pembicaraan PBB di Jenewa telah membuat sedikit atau tidak ada kemajuan selama perang yang telah berlangsung selama tujuh tahun itu, sebelum menemui jalan buntu pada Desember lalu. Moskow telah mempromosikan pembicaraan damai alternatif di Astana dengan Turki, yang mendukung kelompok pemberontak di Suriah.
Intervensi bersenjata oleh Rusia dan Iran telah memungkinkan Assad untuk merebut kembali sebagian besar wilayah negara tersebut namun Perserikatan Bangsa Bangsa mengatakan bahwa pada Februari telah terjadi beberapa pertempuran terburuk di Suriah sejak kekerasan meletus pada Maret 2011. Meski begitu, menteri luar negeri Uni Eropa di Bulgaria mengadakan diskusi penuh pertama mereka tentang Suriah dalam waktu hampir setahun.
"Kami akan membahas bagaimana memobilisasi dukungan kemanusiaan, tetapi juga bagaimana menggunakan kekuatan pertemuan Uni Eropa untuk mendukung proses politik yang dipimpin Perserikatan Bangsa Bangsa yang menghadapi saat-saat sulit dalam minggu-minggu ini," kata diplomat utama Uni Eropa, Federica Mogherini.
Mogherini akan menjadi tuan rumah sebuah konferensi internasional mengenai Suriah di Brussels pada bulan April, mencoba untuk mendukung proses perdamaian yang tidak mengalami kemajuan dan mencari lebih banyak komitmen bantuan kemanusiaan untuk orang-orang Suriah di negara tersebut, serta pengungsi Suriah di Turki, Yordania dan Lebanon. Pertemuan Uni Eropa sebelumnya pada 2017 dibayangi oleh serangan senjata kimia di Suriah. Konflik tersebut tidak menunjukkan tanda-tanda mereda saat kekuatan di wilayah tersebut dan di luar mendukung pihak-pihak yang saling bersaing dalam perang itu.
Sekarang konflik tersebut telah memasuki tahun kedelapan, dan telah membunuh ratusan ribu orang dan mengusir jutaan orang dari rumah mereka.
"Tragedi berlanjut," kata Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian kepada wartawan.
"Penting bagi proses Jenewa untuk dimulai kembali secepat mungkin dan bahwa kita berada dalam fase transisi politik, yang tidak terjadi pada saat ini," pungkasnya.
Uni Eropa secara keseluruhan hanya memainkan peran marjinal dalam upaya menyelesaikan konflik. Namun, mencoba untuk memanfaatkan statusnya sebagai donor bantuan terbesar di dunia guna memiliki lebih banyak pengaruh. Ia mengatakan tidak akan membayar untuk membantu membangun kembali Suriah jika Moskow dan Damaskus menghancurkan lawan Assad dan memastikan dia memegang kekuasaan.
Pasukan Assad baru-baru ini membombardir dua daerah terakhir pemberontak di Suriah di Ghouta Timur dan provinsi Idlib di barat laut. Kondisi kemanusiaan yang menyedihkan di daerah yang terkepung itu mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa untuk membahas gencatan senjata selama sebulan untuk memungkinkan pengiriman bantuan dan evakuasi orang yang sakit dan terluka. Jean Asselborn dari Luxembourg mengatakan, Uni Eropa mendukung resolusi rancangan Dewan Keamanan dan menambahkan: "Kita harus sadar bahwa tidak ada yang akan menyelesaikan konflik ini dengan senjata kita harus membawa Suriah ke dalam sebuah transisi." (HYS/Ant0
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo