Pada Selasa, 27 Maret 2018, lima orang perwakilan pengemudi ojek online (Ojol) diterima oleh Presiden Jokowi yang didampingi Menteri Perhubungan dan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Selesai pertemuan, presiden mengarahkan para menterinya agar melakukan pertemuan dengan para aplikator dan wakil pengemudi Ojol untuk segera membereskan masalah yang diadukan pengemudi Ojol soal tarif dan regulasi.
Melihat hal tersebut, Analis Kebijakan Transportasi dan Ketua Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA), Azas Tigor, menyayangkan karena tidak seperti yang diperintahkan Presiden Joko Widodo. Keesokan harinya para menteri yang berwenang hanya bertemu dengan para aplikator tanpa wakil pengemudi Ojol.
"Para wakil pengemudi Ojol marah dan protes bahwa pertemuan para menteri dengan para aplikator tidak sesuai arahan Presiden Jokowi," tuturnya.
Azas menambahkan setelah beberapa hari kemudian, para menteri menggodok soal transportasi online. Hasil pertemuan tersebut disampaikan dalam jumpa pers Menhub siang tadi yang intinya PM 108/2017 tetap berlaku untuk taksi online.
Kemudian, aplikator berubah badan hukumnya menjadi perusahaan angkutan umum. Ojek online tetap tidak memiliki?regulasi sebagai payung hukumnya sehingga beroperasi secara liar.
"Soal PM 108 tahun 2017, sebenarnya sudah ada tapi justru pihak? pemerintah sendiri yang sampai saat ini belum juga? menjalankannya. Dengan demikian, kuncinya justru ada di pemerintah, mau menjalankan PM 108 tahun 2017 atau tidak terhadap kegiatan operasional taksi online," terangnya.
Soal aplikator juga sudah diatur di dalam PM 108 tahun 2017 bahwa tidak boleh bertindak sebagai perusahaan angkutan seperti selama ini, yakni menentukan tarif dan mengeluarkan izin operasi taksi online dan ojek online. Penetapan status aplikator yang berubah menjadi perusahaan angkutan umum sudah seharusnya dilakukan sejak dikeluarkannya PM 108 tahun 2017.
"Kenapa sekarang pemerintah justru baru keluarkan ketetapan baru lagi bagi aplikator menjadi perusahaan angkutan umum," tanyanya.
Sedangkan soal ojol, sambung dia, pemerintah tidak jelas menentukan sikap antara membuat regulasi atau tidak. Seharusnya pemerintah segera bersikap membuat regulasi untuk ojek online.
"Pemerintah harus tegas bersikap soal ojek online, mau mengakui atau tidak eksistensi ojek online? Kalau melarang, segera putus aplikasi ojek online. Kalo mau mengakui, pemerintah harus segera bikin regulasi untuk payung hukum ojek online," katanya.
Menurutnya, pendiaman tanpa regulasi terhadap ojek online justru akan merugikan pengemudi ojek online dan penggunanya.
"Pemerintah tidak bisa diam dan mendiamkan terus ojek online untuk beroperasi liar seperti sekarang ini," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: