Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan urusan eksekusi terpidana mati diserahkan kepada Kejaksaan Agung RI dan menjadi kewenangan lembaga tersebut.
"Kalau itu keputusannya ada di Kejaksaan Agung," kata dia usai menghadiri Simposium Nasional Revitalisasi Hukum Pidana Adat dan Kriminologi Kontemporer di Padang, Senin.
Namun menurutnya dalam proses pelaksanaan hukuman itu, terpidana juga memiliki hak yang dijamin Undang-Undang dan harus dihormati, seperti upaya grasi dan Peninjauan Kembali (PK).
Apalagi Keputusan MK terhadap UU Grasi menyebabkan terpidana mati bisa mengajukan grasi berkali-kali yang disebut sebagian pihak sebagai upaya mengulur-ulur waktu eksekusi.
Yasonna menyebutkan memang ada dua aliran pemikiran terkait pelaksaan hukuman mati yaitu pro dan kontra, masing-masing dengan argumennya.
Pemerintah menghormati kedua pandangan itu dan sedang mencari solusi agar keduanya bisa diselaraskan atau yang ia sebut sebagai "win win solution".
Solusi itu telah dimasukkan dalam Rancangan Undang-undang Kitab Hukum Pidana yang sedang dibahas dengan DPR dengan memposisikan hukuman mati sebagai pidana alternatif.
Hal itu memberikan ruang bagi terpidana mati untuk bisa merubah hukumannya menjadi pidana seumur hidup jika memenuhi syarat yang ditetapkan yaitu adanya perubahan sikap secara signifikan terpidana mati dalam menjalani masa tunggu eksekusi.
Namun solusi yang ditawarkan itu masih dalam tahap pembahasan di DPR.
Sementara itu Wakil Jaksa Agung Arminsyah enggan mengomentari pelaksaan eksekusi terhadap terpidana mati di Indonesia.
"Kalau itu saya no comment," kata dia.
Di Indonesia saat ini terdapat 134 orang yang masuk daftar tunggu eksekusi mati.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat