Bank Indonesia meminta penambahan mandat untuk fungsi makroprudensial jika DPR mengajukan inisiatif untuk mengamendemen Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Fungsi dan Tugas Bank Sentral.
Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo mengatakan dalam UU Nomor 6/2009 tentang Fungsi dan Tugas BI yang saat ini menjadi payung hukum belum tercantum secara spesifik ruang lingkup Bank Sentral di ranah makroprudensial.
"Salah satunya fungsi makroprudensial yang selama ini belum ada," ujar Dody di Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Meski demikian, Dody mengungkapkan bahwa amendemen UU BI pada tahun ini memang belum masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR.
Tetapi tidak menutup kemungkinan, kata Dody, pada pertengahan tahun Prolegnas direvisi dan memasukkan amendemen UU BI, seperti usulan beberapa anggota Komisi XI DPR. Hal itu tergantung dari keputusan pemerintah apakah akan mengajukan amendemen UU BI ke Prolegnas.
"Pemerintah yang akan membawa usulan itu ke DPR," ujar dia.
Dody masih enggan merincikan usulan apa saja yang ingin diajukan BI kepada pemerintah dan DPR jika payung hukum itu nantinya benar-benar diamendemen.
"Saya tidak bisa lebih jauh lagi, namun fungsi makroprudensial harus ada," ujar dia.
Rencana amendemen UU BI ini bermula dari usulan sejumlah anggota Komisi XI DPR. Komisi bidang keuangan dan perbankan itu mempertanyakan rencana kebijakan propertumbuhan dan prostabilitas yang diusung Gubernur BI terpilih Perry Warjiyo.
Perry yang akan memimpin BI hingga 2023 memang menawarkan kebijakan Bank Sentral yang propertumbuhan ekonomi, namun tetap sejalan dengan mandat utama untuk menjaga stabilitas.
Jika dua arah kebijakan itu menjadi orientasi BI, maka menurut sejumlah anggota Komisi XI, BI perlu mengamendemen UU dengan memperluas mandatnya karena saat ini mandat BI hanya menjaga inflasi sesuai target dan mengendalikan nilai tukar rupiah.
Anggota Komisi XI Andreas Edy Susetyo sebelumnya mengingatkan mandat utama BI hanya menjaga inflasi sesuai target dan juga stabilitas nilai tukar.
"Berbeda dengan Bank Sentral AS The Fed, yang memiliki mandat, untuk menambah lapangan kerja," kata Andreas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: