Berbagai fasilitas, khususnya untuk keselamatan penerbangan di Bandara Banyuwangi, Jawa Timur, terus ditingkatkan oleh pemerintah menyambut pelaksanaan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Bali, Oktober 2018.
Bupati Banyuwangi, Abdullah Azwar Anas mengatakan pihaknya telah bertemu pejabat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pusat, untuk mematangkan peningkatan keselamatan bandara.
"Kami berterima kasih pada pemerintah pusat yang bergerak cepat mematangkan persiapan Bandara Banyuwangi. Setelah infrastruktur fisik kami yang mulai diperbaiki, kini BMKG juga hadir untuk menambah sistem pengamanan di Bandara Banyuwangi," katanya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/5/2018).
Bandara Banyuwangi merupakan bandara pertama di Indonesia yang mengusung konsep bandara hijau. Sejak Desember 2017, Bandara Banyuwangi resmi dikelola PT Angkasa Pura II (Persero).
Kepala BMKG Prof Dwikorita Karnawati saat berkunjung ke Banyuwangi menyampaikan, untuk menyukseskan pertemuan tahunan IMF-World Bank, di Bali, yang akan dihadiri 18.000 delegasi dari 189 negara tersebut, pihaknya berkomitmen meningkatkan keselamatan penerbangan di Bandara Banyuwangi guna mengantisipasi kemungkinan terjadinya kondisi darurat di Bandara Ngurah Rai Bali.
Di Bandara Banyuwangi, BMKG akan melengkapinya dengan peralatan yang fungsinya meningkatkan pemantauan kondisi cuaca, di antaranya tekanan udara, temperatur dan kecepatan angin.
"Makanya, kita akan segera memasang alat-alat tambahan dalam waktu dekat," kata dia.
Dwikorita menambahkan, untuk Bandara Banyuwangi, ada tiga alat yang akan segera dipasang, yaitu "AWOS" (automatic weather observation system) alat pengamatan cuaca otomatis yang ditempatkan di ujung-ujung landasan pacu bandara. Alat ini untuk mengetahui kondisi tekanan udara di ujung-ujung landasan pacu.
"Sebenarnya Bandara Banyuwangi sudah dipasangi AWOS. Menyusul perpanjangan runway di sini, akan kami tambah satu lagi untuk dipasang di ujung berikutnya. Sehingga saat pesawat take off dan landing bisa lebih terdeteksi perbedaan tekanan udaranya sehingga bisa disesuaikan agar tidak terjadi gangguan saat take off dan landing," ujarnya.
Alat berikutnya adalah lidar, yaitu alat untuk mendeteksi sebaran partikel di udara, utamanya abu vulkanik.
"Seandainya ada gunung meletus, alat ini akan menunjukkan ke arah mana penyebaran abu vulkaniknya. Sehingga kita bisa tahu apakah mengganggu penerbangan atau tidak," tuturnya.
Terakhir adalah client radar. Alat ini untuk memantau akurasi prakiraan cuaca untuk kepentingan penerbangan maupun publik.
Tak hanya keselamatan di jalur udara, pemerintah juga berupaya meningkatkan keselamatan pengguna jalur laut. BMKG akan memasang radar maritim yang berfungsi mengukur tinggi gelombang dan kecepatan arus. Alat ini akan dipasang di dua titik, yaitu Pelabuhan Boom Marina dan Ketapang.
"Dengan alat ini transportasi kapal bisa terpantau untuk meningkatkan keselamatan perhubungan darat dan laut. Semua alat ini kami targetkan bisa digunakan mulai September 2018. Jadi, Juli-Agustus sudah mulai dipasang," ujar Dwikorita.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil