Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Disrupsi Agama: Tantangan Bagi Dunia Bisnis

        Disrupsi Agama: Tantangan Bagi Dunia Bisnis Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Disrupsi digital, disrupsi politik, dan disrupsi kepemimpinan saat ini sedang mewabah di dunia. Disrupsi-disrupsi yang akan mewarnai dunia pada tahun ini dan tahun depan. Disrupsi yang juga akan mempengaruhi dunia bisnis.

        Kini muncul juga disrupsi agama. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, disrupsi agama berpotensi mengganggu, bukan saja iman umat, tapi hubungan sosial antara keyakinan dan kenyataan sosial serta kultur lokal, di mana umat berada.

        Dalam saresehan "Reaktualisasi Relasi Agama dan Budaya di Indonesia" yang diadakan di Yogyakarta pada 2-3 November 2018, para budayawan dan agamawan membahas era disrupsi agama. Mereka membahas radikalisasi agama yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

        Menurut Lukman, penghayatan dan pengamalan praktik-praktik keagamaan di seluruh sudut negeri ini terbukti dalam sejarah panjang terintegrasi secara positif, konstruktif, dan produktif dengan praktik-praktik kebudayaan di setiap satuan etnik yang dimiliki bangsa Indonesia.

        Tampaknya, terbukanya informasi via internet telah membuka mata banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kini kejadian pemboman di Afganistan, misalnya, bisa langsung dilihat di Garut, Jawa Barat, hanya dalam hitungan menit.

        Terbukanya informasi dalam persepktif tertentu (tergantung kepandaian editing-nya), akan sampai ke pihak lain dalam perspektif yang dia yakini pula.

        Akibatnya masyarakat terbelah. Saya mengalami di berbagai WhatsApp?Group (WAG), perdebatan agama membuat kita terpecah. Sampai-sampai grup WA teman sekolah pun bisa terbagi dua, nasionalis dan kanan.

        Sialnya, di era media sosial ini muncul pula hoaks dan fake news. Karena kepentingan-kepentingan tertentu, muncul "industri hoaks". Akibatnya, "kebenaran informasi" kini bisa dipabrikasi sesuai kebutuhan pihak-pihak tertentu. Ini menambah tajam perbedaan sudut pandang yang terjadi. Menjelang Pilpres ini bisa menjadi berbahaya karena ada kaum populis yang berkeinginan membagi masyarakat menjadi "kami" dan mereka.

        Mungkin ini tantangan bagi dunia IT dan informasi. Dengan platform Big Data, seharusnya ada sumber informasi yang bisa dengan mudah "disambungkan" dengan pemikiran-pemikiran yang bisa membuat Indonesia terpecah.

        Misalnya saja di grup kelompok sekolah, tak banyak yang menyadari bahwa pandangan yang terlalu radikal bisa membawa Indonesia terpecah seperti di Timur Tengah.

        Tak sedikit yang ingin berhijrah ke negara-negara yang dikuasai ISIS tanpa mengetahui fakta yang sesungguhnya terjadi.

        Mungkin kalau ada engine yang bisa masuk secara otomatis ke medsos untuk memberikan referensi terhadap kata kunci tertentu, akan membantu. Misalnya, ada referensi tentang ISIS dari sumber yang otoritatif ketika diskusi itu muncul di WAG.

        Dengan demikian, diskusi-diskusi tidak akan ngalor-ngidul tanpa referensi yang otoritatif. Keputusan yang diambil, apapun itu, paling tidak sudah mempertimbangkan situasi tertentu. Bukan hanya karena keputusan emosional atau ingin menang berdebat.

        Impian yang terlalu jauh? Saya kira tidak juga. Kemajuan teknologi, mengutip Thomas Friedman, jauh lebih cepat dari kemampuan belajar manusia. Artinya, bukan tidak mungkin engine (berbentuk software) dalam platform Big Data tersebut bisa terwujud dalam waktu segera.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Muhamad Ihsan
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: