Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CIPS: Produktivitas Gula Indonesia Paling Rendah

        CIPS: Produktivitas Gula Indonesia Paling Rendah Kredit Foto: Antara/Oky Lukmansyah
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan bahwa produktivitas gula nasional sangat tergantung dari pembenahan perkebunan seperti dari tingkat kesuburan tanah, ketersediaan tenaga kerja, sistem irigasi dan penerapan teknologi.

        "Berdasarkan data dari Departemen Pertanian AS tahun 2018, produktivitas perkebunan tebu di Indonesia hanya mencapai 68,29 ton per hektar di tahun 2017," kata Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi di Jakarta, Rabu.

        Menurut dia, jumlah ini lebih rendah daripada negara-negara penghasil gula lainnya, seperti Brasil yang sebesar 68,94 ton per hektar dan India yang sebesar 70,02 ton per hektar dalam periode yang sama.

        Sedangkan dari sisi di luar perkebunan, ujar dia, tingkat rendemen pabrik penggilingan gula di Indonesia hanya mencapai 7,50 persen pada 2017/2018 (berdasarkan data Deptan AS 2017).

        "Angka ini lebih rendah daripada di negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand dan Australia yang tingkat rendemennya masing-masing mencapai 9,20 persen, 10,70 persen, dan 14,12 persen," ucapnya.

        Selain itu, ujar dia, usia pabrik penggilingan tebu di Indonesia berkontribusi pada rendahnya tingkat rendemen mereka.

        Dari 63 pabrik di negara tersebut, lanjutnya, ada sekitar 40 di antaranya berusia lebih dari 100 tahun, dan yang tertua mencapai 184 tahun.

        Selain karena usia pabrik penggilingan tebu yang kebanyakan sudah tua, nilai rendemen juga dipengaruhi oleh kualitas tebu, waktu potong yang diperlukan, dan kualitas manajemen mesin pabrik. Peningkatan nilai rendemen dapat dilakukan, salah satunya melalui efisiensi pabrik gula.

        "Untuk itu diperlukan upaya nyata untuk merevitalisasi pabrik gula yang ada di Indonesia. Pabrik gula di Indonesia umumnya sudah berusia ratusan tahun karena sudah beroperasi sejak zaman pendudukan Belanda di Indonesia. Selain itu, petani juga butuh ketersediaan benih dan pupuk yang berkualitas baik," ungkapnya.

        Ia menegaskan, pemerintah harus membantu para petani dan berbagai pabrik penggilingan gula nasional dalam memperbaiki praktik-praktik budidaya tebu yang mereka lakukan serta melakukan investasi terhadap pengembangan teknologi industri gula Nusantara.

        Bantuan yang dimaksud harus disertai dengan target yang jelas dan spesifik karena tanpa adanya hal itu, maka bantuan tersebut dinilai tidak akan memberikan manfaat yang berarti sehingga harga gula akan terus meningkat dan merugikan konsumen.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: