Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebijakan Hilirisasi Jangan Diikuti Pelarangan Ekspor

Kebijakan Hilirisasi Jangan Diikuti Pelarangan Ekspor Kredit Foto: Antara/Jojon
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan hilirisasi yang dicanangkan pemerintah merupakan langkah positif untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri dan membuka peluang Indonesia untuk terintegrasi ke dalam rantai nilai global atau Global Value Chain (GVC).

Sementara itu, pelarangan ekspor, menurut Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran, akan berdampak negatif untuk Indonesia, seperti memunculkan risiko balasan atau retaliasi dari mitra dagang.

Baca Juga: Sebut Program Hilirisasi dari Jokowi Sudah Benar, Benny Barikade 98 ke IMF: Stop Imperialisme!

"Pasar komoditas internasional juga akan bergejolak karena supply yang ada tidak bisa memenuhi demand," terang Hasan, dalam keterangan tertulis yang diterima, Senin (24/7/2023). Karena itu, dia menegaskan bahwa hilirisasi jangan diikuti kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah.

Hasran melanjutkan, kebijakan pelarangan ekspor, yang pernah terjadi di crude palm oil atau CPO, akan memengaruhi perdagangan Indonesia secara umum di komoditas lainnya. Kebijakan proteksionis bukanlah jawaban atas upaya pemulihan ekonomi yang sedang dijalankan Indonesia. Di saat risiko kebijakan proteksionis makin besar di masa pandemi, keterlibatan Indonesia di dalam GVC justru perlu diperkuat.

Sementara itu, hilirisasi, sebuah proses meningkatkan nilai tambah suatu komoditas dengan mengubahnya menjadi barang jadi atau setengah jadi, akan membutuhkan bahan baku seutuhnya dari dalam negeri atau bisa juga menambahkan komponen dari luar negeri (impor).

Hilirisasi akan membuka peluang kerja, meningkatkan nilai ekspor (memperbaiki neraca perdagangan dan menambah devisa), dan menarik investasi. Bagi komoditas nikel dan bauksit, investasi yang akan masuk adalah perusahaan-perusahaan smelter.

"Sayangnya, hilirisasi yang dicanangkan Indonesia saat ini adalah hilirisasi yang dibarengi dengan pelarangan ekspor komoditas terkait. Hilirisasi pada dasarnya membutuhkan modal yang sangat besar, terutama dalam pembangunan smelter," jelas Hasran.

Memaksa perusahaan-perusahaan yang ada untuk membangun smelter, katanya, akan membebani mereka dengan keuangan yang besar. Di saat yang bersamaan, mereka juga menghadapi potensi kerugian.

Besarnya biaya yang perlu dikeluarkan untuk pembangunan smelter akan mendorong adanya monopoli karena hanya perusahaan besar dan kuat secara finansial saja yang mampu membangun smelter.

"Hilirisasi yang ideal adalah meningkatkan nilai tambah komoditas dalam negeri dengan cara mengubahnya menjadi barang jadi atau barang antara. Namun, apabila ada perusahaan yang masih mau mengekspor bahan mentah, hal tersebut tidak boleh dilarang," ungkapnya.

Salah satu caranya adalah dengan memberikan insentif fiskal maupun subsidi bagi perusahaan yang mau melakukan hilirisasi. Apabila insentifnya menarik, perusahaan yang ada saat ini akan terdorong untuk membangun smelter, investor baru akan datang untuk mendukung hilirisasi. Di saat yang sama, perusahaan yang hanya mampu mengekspor bahan mentah juga tetap mampu untuk beroperasi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Advertisement

Bagikan Artikel: