Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menegaskan pihaknya menolak adanya revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara.
Ia mengatakan revisi PP tersebut berpotensi mengganggu ketahanan energi nasional lantaran tidak konsisten dengan konstitusi.
Lanjutnya, ia mengatakan dalam UU Nomor 30 Tahun 2007 dan UU Nomor 4 Tahun 2009 menyebutkan sumber daya energi maupun sumber daya minerba diatur oleh negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun dalam prakteknya penguasaan negara belum terwujud, tanyanya.
"Kita mengingatkan draf PP itu melanggar UU, oleh sebab itu dalam makalah lress minta revisi PP dibatalkan dan konsisten dengan regulasi sebelumnya, kalau kontrak berakhir bisa dikembalikan ke negara. Intinya kita tidak setuju revisi PP 23/2010," katanya di Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanagara Ahmad Redi mengatakan setidaknya ada beberapa kesesatan dalam aturan tersebut pertama terkait luas wilayah. Dalam UU Nomor 4 mengatakan luas maksimal izin usaha pertambangan khusus (IUPK) operasi produksi hanya 15.000 hektar. Namun dalam rancangan revisi PP dimungkinkan untuk melebihi batas tersebut.
Sambungnya, baik kontrak karya (KK) maupun perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) pemerintah memiliki kewenangan untuk tidak perpanjang kontrak.
"Dalam RPP tidak, langsung dapat IUPK. Padahal jelas-jelas harus mendapat persetujuan DPR dan wilayahnya diserahkan dulu ke BUMN dulu,"?jelasnya.
Selain itu,??ia mengatakan revisi PP ini berpotensi menggerus penerimaan negara baik dari sisi pajak maupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam bentuk royalti.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: