Pembangunan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan ditegaskan sudah melalui serangkaian kajian akademik dan persiapan konstruksi yang matang dan komprehensif, sehingga bisa beroperasi dalam jangka panjang dengan aman dan ramah lingkungan. Langkah tersebut dijalankan untuk memitigasi setiap risiko yang berpotensi terjadi di lokasi proyek.
Daya tahan konstruksi fisik terhadap gempa merupakan salah satu fokus PT North Sumatera Hydro Energy dalam membangun PLTA Batang Toru di Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Seluruh pembangunan konstruksi fisik pun sudah melalui kajian akademik mendalam dengan memberi perhatian penuh terhadap manajemen lingkungan dan mitigasi risiko kebencanaan di kawasan Batang Toru, yang terdapat sesar gempa.
Lismawaty dari Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sumut, yang juga pengajar Program Studi Teknik Geologi Institut Teknologi Medan (ITM) menyatakan, lokasi pembangunan PLTA Batang Toru tidak ada masalah. Sepanjang memenuhi semua syarat kajian yang telah dilakukan, maka ini proyek Batangtoru dinilai sebagai solusi.
"Saya sangat optimistis berbagai kajian soal kegempaan yang juga sudah dilakukan akan membuat PLTA Batangtoru menjadi solusi dan tidak justru menjadi masalah," katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Sementara tenaga ahli PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), Didiek Djawadi mengatakan, pembangunan penampungan air untuk proyek pembangunan pembangkit listrik sepenuhnya dilakukan dengan memperhatikan berbagai kajian dan penelitian akademik. Kajian-kajian tersebut melingkupi kajian terkait potensi gempa dari berbagai sumber yang dimungkinkan, seperti Subduction Zone, Shallow Crustal?and Background, serta Benioff Zone.
"Semuanya diperhitungkan berdasarkan potensi dari semua jenis sumber gempa yang dimungkinkan," ujarnya.
Dari dasar kajian ini, pembangunan penampungan air tersebut dipastikan dilakukan dengan memedomani berbagai prosedur yang menjadi standar nasional hingga internasional sebagaimana yang tercantum dalam Bulletin International Commissionon Large Dams (Icold), US Army Corpsof Engineer, dan standar lain.
"Itu yang harus kami analisis, bagaimana membuat suatu bangunan yang tidak runtuh oleh gempa. Sehingga baik dari struktur, beton, jenis tipenya itu semua harus terukur, sehingga dia tidak runtuh," ucapnya.
NSHE berkolaborasi erat dengan para pemangku kepentingan mulai pemerintah pusat, pemerintah daerah, kalangan akademik, hingga kelompok masyarakat sipil untuk membangun pembangkit listrik tenaga air yang ramah lingkungan. Upaya ini bagian dari implementasi Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang mengamanatkan semua pihak, termasuk pemerintah daerah, harus berperan serta merealisasikannya.
PLTA Batangtoru termasuk infrastruktur strategis ketenagalistrikan nasional sebagai bagian integral dari program 35.000 Mega Watt (MW) Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk mendorong pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi ke luar Pulau Jawa. PLTA Batangtoru berteknologi canggih yang didesain irit lahan dengan hanya memanfaatkan badan sungai seluas 24 hektare (ha) dan lahan tambahan di lereng yang curam seluas 66 ha sebagai kolam harian untuk menampung air.
Air kolam harian tersebut akan dicurahkan melalui terowongan bawah tanah dengan menggerakkan turbin yang menghasilkan tenaga listrik sebesar 510 MW. Model ini membuat sungai tetap mengalir seperti biasa menurut tingkat curah hujan yang ada.
Dalam kesempatan yang sama, peneliti geologi LIPI, Mudrik menjelaskan, sesar aktif gempa memang terdapat di kawasan Batang Toru, yakni Segmen Barumun dan Segmen Angkola. Keduanya merupakan sesar aktif dengan pergeseran sekitar 14 mm per tahun.
"Salah satu simpulannya, pembangunan harus dilakukan sesuai dengan beban gempa bumi yang berpotensi terjadi," tandasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rosmayanti