Dalam sebuah kesempatan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan, sangat menyesal tidak adanya peringatan dini menjelang tsunami Selat Sunda yang menerjang Banten dan Lampung.
Menanggapi hal itu, Kepala Bagian Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Taufan Maulana, mengaku belum ada alat pendeteksi tsunami akibat aktivitas vulkanologi.
"Karena memang belum ada alat sensor pendeteksi tsunami yang diakibatkan karena aktivitas vulkanologi, sensor tsunami BMKG untuk yang mendeteksi aktivitas yang bersifat tektonik sesuai tugas fungsinya BMKG, melakukan pengamatan aktivitas gempa tektonik, untuk vulkanik ada di PVMBG/Badan Geologi," ujarnya di Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Taufan menjelaskan, pihaknya sedang membahas solusi pendeteksi tsunami dengan lembaga lain.
"Ini saya sedang kita sinergikan bersama ke depan. Duduk bersama dengan stakeholder terkait," katanya.
Tsunami di selat sunda tidak dipicu gempa bumi. Tekait tsunami itu, BMKG mendeteksi dan memberikan peringatan dini gelombang tinggi yang berlaku 22-25 Desember di wilayah perairan Selat Sunda. Selain itu, cuaca terjadi hujan lebat dan angin kencang di perairan Anyer.
BMKG berkoordinasi dengan Badan Geologi melaporkan Gunung Krakatau erupsi kembali, sehingga peralatan seismometer setempat rusak. Tetapi sebut Taufan seismic Stasiun Sertung merekam adanya getaran tremor terus menerus (tidak ada frekuensi tinggi yang mencurigakan).
"Berdasarkan rekaman seismik dan laporan masyarakat, peristiwa ini tidak disebabkan oleh aktivitas gempa bumi tektonik namun sensor Cigeulis (CGJI) mencatat adanya aktivitas seismic dengan durasi ? 24 detik dengan frekuensi 8-16 Hz pada pukul 21.03 WIB," jelasnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Din Syamsuddin turut prihatin atas terjadinya tsunami di Selat Sunda. Juga menyesalkan tidak adanya peringatan dini menjelang tsunami datang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim
Tag Terkait: