Petugas gabungan dari TNI, Kejaksaan dan lainnya mengamankan sejumlah buku yang terindikasi berisi paham komunisme dari satu unit toko di kawasan Hos Cokroaminoto, Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
"Buku-buku ini diamankan karena terindikasi bermuatan paham komunis, sementara paham tersebut sudah jelas dilarang di Indonesia," kata Komandan Koramil 01 Padang, Mayor Infanteri P Simbolon, bersama Kepala Seksi Intelijen Kejari Padang Yuni Hariaman, di Padang, Selasa sore (9/1/2018).
Buku yang sudah diamankan itu akan diteliti lebih dalam untuk mendapatkan kesimpulan apakah benar telah melanggar sebagaimana diatur dalam TAP MPRS nomor XXV THN 1966 (Larangan Komunis).
"Isi bukunya perlu diteliti lebih dalam dan dibahas secara bersama, sehingga bisa disimpulkan apakah secara nyata memang melanggar dan menyebar paham komunis," ujar Yuni Hariaman.
Ia mengatakan buku yang diamankan tersebut berjudul "Jas Merah" sebanyak dua eksemplar, "Kronik 65" dua eksemplar, dan "Gestapu 65 PKI" satu eksemplar.
"Berapa lama penelitiannya belum bisa diprediksi karena perlu melibatkan beberapa pihak, termasuk ahli dan akademisi," tuturnya.
Dalam pemrosesannya pihak kejaksaan juga akan melakukan pelaporan secara berjenjang kepada Kejaksaan Tinggi Sumbar, dan Kejagung.
"Koordinasi perlu kalau seandainya isi buku diketahui melanggar, tentu butuh rekomendasi dari Kejagung untuk proses lanjutan, termasuk ke penerbitnya," ujarnya.
Sementara itu, menanggapi masih maraknya sweeping buku-buku kiri, aktivis Literasi Komunal, Yusuf Eko Septadi menilai aksi itu bukan baru kali ini saja dilakukan oleh aparat. Sebelumnya terjadi di Kediri, dan tiap tahun pun aparat sering menyisir toko buku untuk mencari buku-buku bertema komunisme.
Menurutnya, hal itu merupakan tindakan sia-sia sebab saat ini akses untuk mendapatkan sumber bacaan kiri bukan hanya dari buku fisik saja.
"Lihat di internet itu banyak sekali. Belum lagi kan ada gutenberg.com yang menyediakan akses buku buku itu gratis," tambahnya.
Selain itu, paham komunisme saat ini masih terus diteliti oleh sejumlah kampus dunia dan perdebatannya pun belum final dibahas.
"Jadi ketika aparat melakukan sweeping? artinya tengah melakukan pemberangusan kebebasan akademis. Masa tiap kampus mau di sweeping untuk mencari buku-buku kiri. Kok tentara kaya takut sama buku sebagai sumber peradaban? Kalau pahamnya dinilai salah dan berbahaya, jangan berangus bukunya. Biarkan itu jadi perdebatan ilmiah," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: