Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Startup Teknologi Sering Kehilangan Karyawan Karena Alasan Ini...

        Startup Teknologi Sering Kehilangan Karyawan Karena Alasan Ini... Kredit Foto: Iprice
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketika startup atau perusahaan teknologi memasuki titik menengah kesuksesan, banyak karyawan di dalamnya yang memutuskan untuk berhenti bekerja. Mengapa demikian?

        Merujuk data dari perusahaan perangkat lunak sumber daya manusia, Namely, alasan utama karyawan berhenti bekerja dari perusahaan teknologi itu karena pekerjaan mereka tidak sama seperti apa yang mereka pikirkan.

        Dalam artian, perusahaan dikatakan mencapai kategori menengah ketika memiliki sekitar 200 sampai 500 karyawan. Melansir dari Business Insider (24/1/2019), 46% persen karyawan yang keluar dari perusahaan tersebut karena merasa tidak puas, atau lebih tepatnya kecewa dengan ketidaksejajaran antara persyaratan pekerjaan dengan keinginan pekerjaan yang mereka dambakan.

        Nyatanya, presentase keluar-masuk karyawan itu terjadi ketika perusahaan mencapai titik menengah. Di perusahaan teknologi kecil (20 hingga 200 karyawan), hanya 37% karyawan merasakan hal yang sama, dan di perusahaan teknologi besar (500 atau lebih karyawan), 26% melakukannya.

        Berdasarkan pengalamannya sendiri bekerja di organisasi teknologi menengah, Lorna Hagen, selaku Chief People Officer di Namely, mengatakan bahwa kebingungan peran mungkin muncul ketika startup mulai berkembang menjadi perusahaan teknologi menengah.

        "Di startup kecil, seluruh karyawan lebih sering bekerja sama, melakukan semuanya bersama-sama dan mereka memiliki transparansi mutlak dalam semua informasi," pendapat Hagen. Namun, sebuah perusahaan yang lebih besar, "mungkin sedikit lebih bungkam, jelas lebih terstruktur, dan dengan beberapa pembatas yang membuat sedikit lebih sulit bagi orang untuk melihat informasi dengan cara yang biasa mereka lakukan.?

        Ternyata, para ahli lain telah mengamati fenomena serupa.?Menulis di?Harvard Business Review, Tammy Erickson, penulis Workforce Crisis mengatakan bahwa peran yang ditentukan dengan jelas untuk masing-masing karyawan bahkan lebih penting untuk kolaborasi yang efektif daripada pendekatan yang didefinisikan dengan jelas untuk mencapai tujuan.

        Dengan begitu, dapat ditarik kesimpulan bahwa fenomena keluar masuknya karyawan di perusahaan teknologi menengah karena terjadinya perubahan ritme pekerjaan dan culture di dalamnya, sehingga mereka merasa tidak bisa beradaptasi dengan itu, dan memutuskan untuk hengkang.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Clara Aprilia Sukandar
        Editor: Clara Aprilia Sukandar

        Bagikan Artikel: