Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Aftech Berharap Terbitnya Regulasi POJK Mampu Tumbuhkan Fintech Equity Crowdfunding

        Aftech Berharap Terbitnya Regulasi POJK Mampu Tumbuhkan Fintech Equity Crowdfunding Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Awal Januari lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan POJK Nomor 37/POJK.04/2018 yang mengatur layanan urun dana lewat penerbitan saham berbasis teknologi (equity crowdfunding). Dengan adanya regulasi itu, Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) berharap fintech dengan layanan equity crowdfunding dapat bertumbuh dengan baik.

        Ketua Harian Aftech, Kuseryansyah, mengatakan, saat ini ada sekitar 6-7 fintech penyedia layanan equity crowdfunding di Indonesia. Kondisi ini serupa dengan situasi saat POJK 77 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Online dikeluarkan.

        "Ketika POJK P2P diumumkan, jumlah pemainnya sama dengan fintech equity crowdfunding saat ini, masih 6 sampai 7 pemain. Setelah itu, baru pemainnya bertumbuh, harapannya fintech equity crowdfunding juga seperti itu," ujar Kus, Kamis (24/1/2019) di Fintech Space, Jakarta.

        Menurutnya, pengusaha membutuhkan aturan yang jelas supaya ada kepastian hukum dalam bisnisnya. Dengan begitu bisnisnya akan berjalan dalam jangka waktu yang panjang. Karena itulah, regulasi dapat memengaruhi pertumbuhan dari suatu sektor, termasuk fintech.

        "Kalau ada kejelasan aturan dan kepastian hukum, artinya bisnisnya akan sustain. Jadi, ada rule of the gamenya dan acuannya longtop," Kus mengatakan.

        Fintech equity funding tak luput dari tantangan. Menurut Kus, investor yang ingin berkontribusi dalam urunan dana tentunya ingin mengetahui profil penerbit sahamnya. Bila pelaku usaha yang dibiayai berskala kecil hingga menengah, mereka perlu terintegrasi dengan ekosistem bisnis yang sudah kuat, baik digital maupun nondigital, seperti e-commerce.

        "Sebanyak mungkin UMKM itu harus bisa terintegrasi dengan ekosistem digital. Dengan itu problem kita yang tidak punya data, bisa dikurangi. Kalau terintegrasi dengan e-commerce misalnya, traffic penjualannya tercatat, lalu punya akses ke perusahaan pembiayaan," ujarnya lagi.

        Karena itulah edukasi menjadi penting, bukan hanya kepada masyarakat, tetapi juga ke pengusaha. Dengan adanya layanan urunan dana ini, rilis saham tidak perlu dilakukan lewat IPO.

        "Kalau masyarakat paham, akan banyak masyarakat yang tidak harus berhenti jadi usahawan, ini lebih konkret. Tidak harus berhenti dari pekerjaan kalau mau membuka usaha, seperti franchise. Hitungan saya, 30 orang urunan sampai 50 juta, untuk buka franchise lewat fintech equity crowdfunding sudah cukup," Kus memaparkan.

        Salah satu fintech yang bergerak di bidang equity crowdfunding, yakni Bizhare. Mereka berfokus untuk membantu pendanaan dalam membuka usaha franchise. Sampai saat ini, ada sekitar 12 usaha franchise yang telah mereka bantu.

        Adapun, equity crowdfunding memberikan kesempatan bagi investir untuk mendapat imbalan berupa saham dari si penggalang dana. Besarannya dipengaruhi penawaran dari perusahaan penggalang dana, berdasarkan valuasi perusahaan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tanayastri Dini Isna
        Editor: Kumairoh

        Bagikan Artikel: