Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pengamat: Ekonomi Digital Sebabkan Kebocoran Pajak

        Pengamat: Ekonomi Digital Sebabkan Kebocoran Pajak Kredit Foto: Qlapa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Managing Partner Danny Darussalam Tax Center (DDTC), Darussalam mnyatakan bahwa diskursus soal strategi peningkatan ketaatan pajak oleh pemerintah masih minim. Yang dibahas seputar belanja, padahal pajak sendiri sumbangsihnya terhadap penerimaan negara sangat besar, sekitar 78%.

        Menurutnya, kalau pemerintah mau membenahi penerimaan pajak sebetulnya potensinya besar. Ada dua pendekatan, yakni tax effort dan tax ratio yang masing-masing bisa dibenahi. Terkait tax effort (pajak yang bisa digali dibanding potensi yang ada), sudah banyak ahli yang menghitung, salah satunya Fenochietto menaksir tax effort Indonesia sebesar 0,43%.

        "Artinya 57% potensi pajak belum tergali. Kalau kita bicara target pajak dalam APBN 2019, itu Rp1.500-an triliun, ya artinya masih ada 57% di antaranya (yang) belum tergali," kata dia di Jakarta, Kamis (4/4/2019).

        Baca Juga: 2 Paslon Pilpres Tak Serius Urusi Pajak?

        Sementara tax ratio Indonesia masih di kisaran 10,30% per 2018. Masih jauh dari anjuran International Monetary Fund (IMF) yang menyatakan tax ratio ideal untuk Indonesia adalah 12,75-15%. Pilihannya tinggal mengejar tax effort hingga 100% atau mengejar tax ratio yang disarankan IMF. Kedua masih sangat terbuka selama pemerintah bisa menutup tiga sumber kebocoran pajak.

        Sumber kebocoran pertama, shadow economy atau aktivitas ekonomi yang belum tercatat sehingga sulit dipajaki. Sepanjang 1999-2003 shadow economy ditaksir mencapai 18,9%.

        "Ini termasuk fenomena digital economy, itu juga susah dipajaki. PMK e-commerce sayang sekali tidak jadi diterapkan pada 1 April lalu, padahal selain bisa untuk mendapatkan data, juga semacam penegasan tidak ada perbedaan perlakuan pajak antara transaksi online dan offline," kata dia.

        Sumber kebocoran kedua adalah perang tarif pajak. AS sendiri telah menurunkan tarif PPh badan dari 25% menjadi 21%. Apakah Indonesia mengarah ke sana? Sah saja, asalkan basis pajak diperluas (subyek pajak atau ekstensifikasi dan obyek pajak perlu diperluas). Rata-rata tarif PPh badan di dunia saat ini 24%, Asia 21,7%, ASean 22,3%, dan OECD 23,5%.

        "Kebocoran ketiga dari offshore tax evation dan kebocoran keempat dari base erosion and profit shifting (sekitar $10-240 juta PPh badan bocor setiap tahun). Terakhir, kebocoran terjadi lantaran dalam hal melaporkan pajak tidak sesuai dengan aturan yang ada. Total ada kebocoran PPh badan secara global karena lima hal tersebut mencapai $7,6 triliun," tukas dia.

        Baca Juga: Aturan Pajak E-Commerce Dibatalkan Karena...

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Yosi Winosa
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: