Kementerian Perhubungan melakukan upaya pencegahan atas potensi buruk dampak diskon berlebihan tarif ojek online (ojol). Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) turut dilibatkan karena terindikasi perang tarif dan upaya monopoli.
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan pihaknya tengah melakukan evaluasi terhadap penerapan tarif baru ojol yang menjadi turunan dalam penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 Perlindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor Yang Digunakan Untuk Kepentingan Masyarakat.
Terutama berkaitan dengan perkembangan terkini seiring maraknya jual rugi melalui mekanisme promo. Diskon berbalut promo itu sejauh ini mengakibatkan tidak berlakunya batasan tarif ojol yang ditetapkan pemerintah sejak awal Mei 2019.
"Begini ya, ojol ini kan dinamis. Apa yang kita lakukan (evaluasi) adalah usulan dari pengemudi. Jadi kalau pun kita melakukan riset, itu dari pengemudi, aplikator, dan kita," ujar Budi di Jakarta, Rabu (12/6/2019).
Baca Juga: Soal Diskon Tarif Ojol KPPU Endus Ini
Kemenhub dijadwalkan mulai membahas regulasi tarif ojol terutama berkaitan maraknya diskon oleh salah satu aplikator itu pada Kamis (13/06). KPPU disebut akan dilibatkan karena memiliki pandangan penting.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menilai pemberian diskon berupa potongan tarif kepada konsumen sangat rendah sehingga bisa menimbulkan masalah baru.
Diskon yang dilakukan salah satu aplikator bukan lagi bertujuan pemasaran. Lebih cenderung menghancurkan persaingan.
"Selama ini, pengertian diskon itu jor-joran, jadi kemudian potensinya adalah predatory pricing. Jadi bukan lagi marketing," tegasnya di Kementerian Perhubungan, Jakarta Pusat (11/06).?
Baca Juga: Rugikan Driver dan Konsumen, Pemerintah Tetapkan Pengaturan Promo Ojol
Diskon dimaksud biasanya dilakukan melalui pihak ketiga yang bekerjasama berupa pembayaran digital. Salah satu yang terlihat rajin menawarkan diskon adalah Grab melalui pembayaran digital OVO.?
Sebelumnya, KPPU memang mengendus indikasi predatory pricing (jual rugi) dalam pemberian diskon oleh aplikator ojol pasca pemberlakuan tarif baru pada Mei 2019. Dengan adanya obral diskon yang dilakukan aplikator berpotensi membuat persaingan usaha tak sehat.
"Selain berdampak pada terpentalnya pelaku usaha lain, persaingan usaha yang tidak sehat seperti ini juga menghambat masuknya pemain baru," ujar Ketua KPPU, Kurnia Toha. Dengan begitu maka berpotensi terjadi monopoli.
Baca Juga: Diskon Ojol Dihapus, Driver Malah Happy
Kurnia mengatakan indikasi predatory pricing terlihat jelas dari perbedaan harga yang tertera di aplikasi dengan yang dibayarkan konsumen. Untuk menindaklanjuti indikasi tersebut, pihaknya telah meminta Divisi Penegakan Hukum KPPU untuk menindaklanjuti persoalan ini.
?Kemarin itu kan ada penelitian (KPPU). Selama ini mereka mantau tapi belum sampai ke sana. Saya bilang sebenarnya sudah terjadi predatory pricing maka saya minta ke divisi penegakan hukum segera bergerak,? kata Kurnia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri