PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tak puas hanya menyelenggarakan dan menyediakan sistem serta sarana untuk memepertemukan penawaran jual beli efek atau saham. BEI ternyata ingin melebarkan sayapnya untuk menjadi bursa perdagangan surat utang negara (SUN).
Direktur Teknologi Informasi dan Manajemen Risiko BEI, Fithri Hadi pun mengungkapkan bila pihaknya tengah mengajukan kepada Bank Indonesia ?(BI) dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (DJPPR). Ditargtekan, pada tahun ini BEI sudah bisa menjalankan maksudnya tersebut.
?Sekarang penyelenggaranyakan BI yang menentukan siapa yang berhak, salah satunya kita akan coba peluang jadi pihak yang berhak menyelenggara. Di situ disebut alternatif ya, istilahnya electronic trading platform. Kita purpose untuk jadi bursanya ke BI dan DJPPR,? katanya, di Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Baca Juga: Kemenkeu di Era Jokowi Terlalu Murah Hati, Gemar Obral Surat Utang
Menurut Fitri, saat ini dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) penyelenggara perdagangan sekunder yakni pialang uang, electronic trading platform dan bursa berjangka.?
?Jadi kita pengen menanyakan lagi ke OJK dan BI apakah kita bisa. Jadi bisa berkompetisi dangan yang lain. Ya kaya bursa, yang dikelola oleh banyak pennyelenggara. Jadi? bursa hanya alternatif,? jelasnya.?
BEI lanjut Fitri telah menjadi ahli di pasar sekunder karena memiliki infrastruktur seperti peraturan pelaksanaaan perdagangan sekunder yang wajar, teratur dan transparan serta mendistribusikan harga ke pubik.?
?Itu yang menjadi keunggulan kita (BEI). kita sudah terbukti di pasar equity bisa berjalan dengan baik,? jelasnya.
Baca Juga: Awal Tahun, Pemerintah Bidik Lelang Surat Utang Rp30 Triliun
Dengan masuknya BEI sebagai penyelenggara, nantinya perdagangan SUN juga akan lebih terbuka. Pemerintah pun dapat memantau pergerakan transaksi SUN di pasar sekunder.?
?Ini kan belum ada penyelenggara secondary yang formal jadi penyelenggaranya masih secara bilateral mereka. Dengan sifat yang baru ini terbuka dan ada pembentukan harga yang wajar, kalau sekarang pembentukan harga kesepakatan dua pihak itu kan. Perubahan kepemilikannya juga bisa dilacak, kalau sekarang tidak bisa karena transaksinya? secara bilatreal transparan,? pungkasnya.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri