Perusahaan 'Pelat Merah' yang bergerak dalam jasa pelayanan pos serta logistik yakni PT Pos Indonesia (Persero), dikabarkan saat ini sedang mengalami permasalahan pada keuangannya.?
Ditambah lagi beberapa waktu lalu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Rieke Dyah Pitaloka, meminta Pemerintah untuk memberikan perhatian melalui pernyataan Pos Indonesia yang sedang mengalami krisis.
Namun, Perseroan menampik keras dengan adanya kabar yang mengatakan bahwa Pos Indonesia sedang mengalami kebangkrutan.
Baca Juga: BGR Gandengkan Pos Indonesia dan Pos Logistik Integrasikan Layanan Logistik
"Tidak benar (bankrut). Bagaimana bisa dibilang bankrut? Jelas ini pendiskreditan tanpa data," tegas Benny Otoyo selaku Sekretaris Perusahaan dalam keterangan yang diterima, Senin (22/7/2019).
Dirinya pun memberikan beberapa fakta yang meyakinkan bahwa Pos Indonesia tidaklah bankrut yakni, Rating korporat A-, Hak karyawan tidak tertunda (BPJS, iuran pensiun dibayar lancar tidak ada tunggakan sama sekali), Tidak ada PHK karena restrukturisasi, Turn over jasa keuangan sekitar Rp20 triliun per bulan, dan semua aset dalam kendali penuh & tidak ada yang diagunkan.
Menanggapi ucapan Rieke Dyah Pitaloka, menurut Benny, soal keterlibatan Pemerintah untuk membenahi kondisi sebuah Badan Usaha Milik Negara yang sakit memanglah benar. Karena hal tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang No. 38 Tahun 2009 terkait liberalisasi industri postal, yang tercantum dalam pasal 51.
Baca Juga: Pos Indonesia 'Ngeluh', Keuangan Terganggu
Dalam Undang-Undang tersebut tertuliskan, Untuk mempersiapkan badan usaha milik negara dalam menghadapi pembukaan akses pasar perlu dilakukan upaya penyehatan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun.
"Kami sangat mengapresiasi apa yang disampaikan oleh Ibu Rieke Dyah Pitaloka, sebagai wujud pembelaannya kepada PT. Pos Indonesia (Persero). Benar bahwa diperlukan keterlibatan pemerintah untuk melakukan proses penyehatan Pos Indonesia yang sudah lama tertunda. Situasi ini bahkan telah disadari sejak lahirnya UU No. 38 Tahun 2009 mengenai liberalisasi industri postal," lanjut Benny.
Dirinya menambahkan, dalam rangka penugasan ini Pos Indonesia memikul dua tugas besar yakni, beban masa lalu sebelum terjadinya liberalisasi, dan Penugasan PSO (Public Service Obligation) yang belum mendapatkan kompensasi sesuai dengan tugas yang dipikul.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: