Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Nasib Rupiah: Malang Tak Boleh Ditolak, Mujur Tak Boleh Diraih

        Nasib Rupiah: Malang Tak Boleh Ditolak, Mujur Tak Boleh Diraih Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bak peribahasa malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih, begitulah kiranya nasib rupiah saat ini, Rabu (24/07/2019). Rupiah harus legawa menerima nasib buruk dengan menjadi mata uang terlemah di Asia dan dunia.?

        Tekanan telah diterima rupiah sejak pembukaan pasar spot pagi tadi, di mana mata uang Garuda itu dibuka dengan depresiasi 0,11% ke level Rp13.996 per dolar AS. Depresiasi tersebut semakin menebal hingga akhirnya rupiah meninggalkan level Rp13.000 menuju Rp14.000.

        Baca Juga: Dolar AS Beringas, Rupiah Habis Dilibas!

        Terhitung hingga pukul 09.25 WIB, depresiasi rupiah bertambah jadi 0,28% ke level Rp14.023 per dolar. Tak sampai di sana, mata uang Eropa pun ikut menekan rupiah, yakni euro sebesar 0,23% dan poundsterling sebesar 0,22%. Sedikit mujur, rupiah unggul tipis 0,09% di hadapan dolar Australia.?

        Baca Juga: Nasib Rupiah: Bagaikan Mendapat Durian Runtuh

        Sementara itu, di bawah bayang-bayang The Fed tidak akan menurunkan suku bunga cuan secara signifikan, dolar AS kembali menjadi mata uang pilihan investor. Akibatnya, aset-aset berisiko berbasis keuangan dari Asia menjadi kurang diminati dan berbalik melemah. Namun, di antara jajaran mata uang Asia yang tertekan di hadapan dolar AS, tidak ada yang lebih malang daripada rupiah.?

        Baca Juga: Nasib Dolar AS: Senjata Makan Tuan

        Rupiah menjadi mata uang terlemah di Asia dengan terkoreksi di hadapan won (-0,25%), yuan (-0,25%),yen (-0,23%), dolar Hongkong (-0,22%), dolar Singapura (-0,20%), dan dolar Taiwan (-0,16%).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: