Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wih, Ekspor Talas Beku Tembus ke Jepang

        Wih, Ekspor Talas Beku Tembus ke Jepang Kredit Foto: Kementan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Talas Indonesia ternyata disukai warga Jepang. Salah satunya talas yang dibudidayakan petani di Sulawesi Selatan (Sulsel) sudah menembus pasar Jepang, varietasnya Colocasia esculenta var antiquorum atau lebih dikenal Talas Jepang Satoimo atau Taro Potato.

        "Bahan pangan yang satu ini sekarang sudah menjadi salah satu bahan pangan utama bagi sebagian besar penduduk Jepang sebagai pengganti beras dan kentang yang dianggap terlalu banyak mengandung karbohidrat dan gula," demikian dikatakan Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Suwandi di Bogor, Minggu (11/8/2019).

        Baca Juga: Kementan Tingkatkan Jaminan Mutu Benih Tanaman Pangan untuk Kemaslahatan Petani

        Suwandi menjelaskan komoditi ini menjadi ngetrend setelah adanya berbagai penelitian yang membuktikan bahwa talas bisa menjadi bahan pangan alternatif yang mengandung protein dan kalori tinggi tapi memiliki kandungan karbohidrat dan gula yang rendah.

        "Jadi talas ini aman dikonsumsi oleh penderita atau mereka yang berpotensi diabetes", imbuhnya

        Menurut Suwandi, pangsa pasar talas di Jepang masih terbuka lebar. Hal ini didukung dari semakin menyempitnya lahan pertanian di Jepang, sehingga hanya bisa memenuhi 250.000 ton per tahun, atau 65,7% dari total kebutuhan per tahun sebesar 380.000 ton.

        Baca Juga: Kementan Lepas Ekspor Olahan Sawit Senilai Rp2,3 Miliar ke Vietnam

        "Kekurangan sebesar 130.000 ton per tahun sebagian dipasok dari China jadi sampai saat ini, China hanya mampu mensuplai 60.000 ton per tahun. Makanya, Jepang mulai melirik Indonesia untuk memenuhi kebutuhan sisanya 70.000 ton per tahun," terangnya.

        Melihat peluang ini, Suwandi menyebutkan pemerintah Provinsi Sulsel sangat jeli melihat peluang ekspor komoditi umbi-umbian ini dan menggalakan penanamannya di beberapa daerah.

        Tercatat, sampai dengan tahun 2018, total Talas Beku (frozen taro) dari Kabupaten Bantaeng dan Makasar yang sudah diekspor ke Jepang sebanyak 50 ton dengan nilai sekitar Rp1,06 Miliar.

        "Untuk meningkatkan volume ekspor talas, mereka menambah luasan tanam talas di 10 Kabupaten, yakni Gowa, Sopeng, Maros, Luwu Timur, Luwu Utara, Luwu, Bone, Janeponto, Takalar dan Wajo dengan total luasan 178 hektar," sebutnya.

        Baca Juga: Sukses Tembus Pasar Kanada dan AS, Kemendag Apresiasi Eksportir Kopi Gayo

        Suwandi menilai konsep perdagangan ekspor talas dari Sulsel ke Jepang ini sudah sangat terintegrasi. Semua pihak turut mengambil peran masing-masing dan saling bekerjasama, baik itu instansi pemerintah, petani, maupun importir dan eksportirnya.

        "Saya kira ini bisa menjadi contoh inspirasi bagi yang ingin mengembangkan komoditasnya sebagai produk ekspor," bebernya.

        Di tempat terpisah, senada dengan Suwandi, perwakilan importir Jepang yang berkantor di Indonesia, Affandi mengatakan talas yang akan dieskpor ke Jepang harus memenuhi persyaratan batas maksimum residu pestisida, bebas dari kontaminasi bakteri, memiliki tekstur, rasa, penampilan, warna dan ukuran sesuai permintaan buyer.

        Pasalnya, Jepang merupakan negara tujuan ekspor yang sangat memperhatikan food safety (keamanan pangan) disamping food quality (mutu pangan) sehingga traceability (ketertelusuran) untuk setiap pangan yang diedarkan menjadi sebuah persyaratan yang harus dipenuhi.

        "Untuk memastikan penerapan SOP ditingkat petani talas, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel pun membentuk Tim Pendamping. Tim ini terdiri atas unsur Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, importir (Jepang, red) di Indonesia, Unit Pengolahan Tepung Talas di Makasar dan Perguruan Tinggi," cetus dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Clara Aprilia Sukandar

        Bagikan Artikel: