Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Anton Tabah merespons kabar ancaman penunggak iuran BPJS Kesehatan yang tidak dapat menerima pelayanan publik, seperti memperpanjang SIM, STNK, membuat SKCK, Paspor, sertifikat tanah, hingga bertransaksi di bank.
Ia pun mempertanyakan keseriusan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam mensejahterakan rakyat. Menurutnya, hal ini justru menunjukkan pemerintah tengah kalangkabut karena tak mampu menyelesaikan masalah.
"Kalau sanksi-sanksi yang disebutkan tadi benar, sangat aneh pemerintahan era Jokowi ini. Jelas ini rezim tak patuh UU, suka nabrak hukum, sangat otoriter," ucapnya kepada wartawan, Rabu (9/10/2019).
Baca Juga: Biar Berkualitas, Pak Jokowi, Ganti Moeldoko dengan Bang Fahri
Baca Juga: Begini Cara BPJS Ketenagakerjaan Sumbagut Cintai Olahraga.....
Sambungnya, "Baru saja konon buat sanksi akan men-DO mahasiswa yang demo, kini ancam berbagai sanksi yang tidak bayar BPJS? Padahal demo itu juga HAM yang dijamin UU. Apa ini bukan rezim bingung kalang kabut?" tambah dia.
Menurutnya, pemerintah tidak perlu sampai mengeluarkan ancaman dan cukup dengan tidak memberikan layanan kesehatan saja kepada mereka yang tidak membayar iuran BPJS.
"Mestinya, yang nggak mau bayar BPJS ya diputus saja pelayanan BPJS-nya. Jika mereka berobat ke rumah sakit tak usah dilayani BPJS dan harus bayar biasa. Kan beres. Adil. Tidak gaduh," tegasnya.
Selain itu, ia mengingatkan menjadi anggota BPJS bukanlah sebuah kewajiban bagi masyarakat. Itu hanya sebuah pilihan.
"Mewajibkan setiap orang masuk jadi anggota BPJS Kesehatan adalah pelanggaran HAM. Apalagi menurut MUI, BPJS itu haram karena kental dengan unsur ribanya. Jadi rakyat bisa milih. Ikut BPJS atau tidak. Jangan dipaksa-paksa, apalagi diancam-ancam," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil