Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KPK dan Ekonomi Politik Indonesia

        KPK dan Ekonomi Politik Indonesia Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Masih ingat pada kasus Revisi UU KPK yang ramai baru-baru ini? Bagaimana sekarang? Gaungnya mulai melemah dan berganti pada masalah politik lain. Fachru Nofrian, Ph.D., seorang ekonom di LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), menjelaskan pemkikirannya mengenai isu pelemahan KPK serta hubungnnya dengan ekonomi Indonesia.

        KPK sebagai institusi negara yang berperan dalam pemberantasan korupsi telah memberikan andil pada pemberantasan korupsi di Indonesia. Korupsi sendiri merupakan masalah penting yang berkaitan dengan ekonomi rakyat. Saat banyak petinggi negara melakukan korupsi terhadap uang negara, rakya di saat yang sama kehilangan haknya untuk menikmati kekayaan negara yang seharusnya mereka rasakan, baik dalam wujud kebijakan maupun fasilitas negara.

        Baca Juga: Ketua KPK Sudah Nyerah, Sinyal Jokowi Tak Bakal Keluarkan Perppu

        Fachru, dalam keterangan tertulis yang didapat di Jakarta, Rabu (16/10/2019), menyayangkan perjuangan masyarakat yang melemah terkait isu pelemahan KPK ini. Ditambah lagi, DPR dan Pemerintah tetap melanjutkan merevisi UU KPK. Hal ini akan berdampak pada perkembangan politik dan, tentunya juga, ekonomi Indonesia di masa mendatang.

        Menurut Fachru, dengan kondisi KPK yang dilemahkan seperti sekarang ini, fungsi negara menjadi kabur karena pemberatasan korupsi oleh negara akan melemah. Kelemahan institusi seperti ini akan mengganggu perekonomian, khususnya implementasi anggaran negara. Ekonomi publik secara keseluruhan akan terganggu menjadi makin tidak efisien. ICOR (incremental capital output ratio) Indonesia sudah paling tinggi di antara negara-negara ASEAN.? Dengan KPK yang lemah dan pemerintahan yang tidak bersih, kondisi ekonomi makro akan semakin tidak efisien.?

        Lanjut Fachru, ada empat pandangan tentang negara sebagai institusi makro pembangunan. Pertama, negara yang turun langsung melakukan peran pelaku ekonomi dalam rangka pembangunan dan memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Di sini, negara berperan sebagai antitesa pasar yang bertugas menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakatnya. Kedua, negara yang berperan secara tidak langsung dalam aktivitas ekonomi dan memastikan sirkulasi ekonomi berjalan lancar. Ketiga, negara yang diserap pasar dan memastikan pasar yang efektif dan efisien. Keempat, pasar adalah konstruksi negara yang dibuat dengan mekanisme tertentu.

        Dalam konteks ini, siapapun lembaga yang mengurusi pemberantasan korupsi, ia akan efektif jika negara tersebut efektif. Jika negara tidak efektif dan efisien, mungkin akan beralih ke bentuk lain yang lebih sesuai. Sebut saja pengalaman negara-negara besar mulai dari Amerika Serikat, negara zona euro, Jepang, hingga ke Uni Sovyet. Di negara-negara itu, institusi negara berfungsi sebagaimana mestinya.

        Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Fachru menjelaskan bahwa sebagai entitas mikro, fakta memperlihatkan bahwa KPK sudah banyak menyelesaikan kasus korupsi. Peranan KPK menjadikan aparat negara untuk jujur dan disiplin dalam anggaran negara sudah berlangsung lama dan dihargai oleh publik dan masyarakat sipil pada umumnya.? Namun, praktik hukum mikro operasi tangkap tangan (OTT) sangat tidak disukai oleh politisi, anggota parlemen, kepala daerah, dan aparat negara secara keseluruhan.? Karena itu, KPK sengaja dilemahkan dari dalam negara itu sendiri karena dianggap sebagai pengganggu dari sistem yang sudah oligarkis.

        Namun, lanjut Fachru, jangan dilupakan bahwa persoalannya di tingkat makro. Tidak boleh dilupakan bahwa KPK adalah jawaban ekonomi politik terhadap persoalan pembangunan makro periode orde baru, yang mencuat menjadi sistem ekonomi dengan tingkat kesenjangan sangat tinggi. Aparat negara yang kaya dan pengusaha yang menjadi kompradornya menikmati kesejahteraan dan kekayaan yang luar biasa berhadapan dengan khalayak masyarakat luas yang miskin.? Pembangunan Orde Baru meskipun dengan ekonomi yang tumbuh tinggi? tidak berhasil menjadikan Indonesia menjadi negara industri dan negara maju. Yang ada adalah kesenjangan ekonomi, persoalan distribusi pendapatan sehingga ketimpangan masih cukup besar di negara ini.

        Baca Juga: OTT Lagi, Giliran Kepala Daerah di Medan Kena Ciduk KPK

        Ini adalah masalah yang terus ada sampai sekarang, bagaimana praktik korupsi telah membuat kesenajangan ekonomi yang sangat jauh bagi para petinggi dan masayarakat. Akhirnya, masyarakat menuntut, salah satunya dengan demonstrasi yang sayangnya berujung kericuhan.

        Menurut Fachru, hal itu sebetulnya ironis, ketika wakil rakyat banyak didemo oleh rakyat itu sendiri. Ini adalah kontradiksi sekaligus tarik-menarik. Yang sesungguhnya terjadi parlemen bersama pemerintah memang telah bersama melakukan gerilya perubahan UU KPK, yang kemudian isinya melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Pengaruh ekonomi politik ke depan akan kembali seperti Orde Baru, oligarki menguat lagi dan kesenjangan tetap lestari.

        Fachru berpendapat seharusnya para pejuang demokrasi terus menuntut adanya UU KPK yang menjamin independensi dan bahkan lebih diperkuat dari yang ada. Perubahan UU KPK sudah melemahkan lembaga KPK itu sendiri.

        Lebih jauh, untuk mewujudkan keadilan di dalam masyarakat perlu pembangunan ekonomi politik yang? memastikan adanya perpajakan yang adil, persaingan usaha yang sehat yang dapat berdampak pada harga yang wajar dan penciptaan entrepreneur, persoalan lahan, peningkatan investasi, hingga efektivitas kebijakan moneter yang berorientasi kepada publik tanpa melupakan yang privat. Hampir di semua ranah ekonomi itu menuntut keseriusan pemberantasan korupsi. Jika korupsi diberantas tetapi tidak memberikan dampak kepada kemudahan transmisi makro tersebut kepada masyarakat, tentu itu juga merupakan kontradiksi karena secara a priori bukan tidak mungkin pemberantasan korupsi justru digunakan untuk kepentingan mengalahkan lawan dan mengabaikan persoalan ekonomi. Di sini, berbagai informasi memerlihatkan tarik-menarik antara elite politik, otoritas ekonomi, otoritas keamanan, dan entitias bisnis.

        Jika tidak ingin negara menjadi predator yang mengorbankan masyarakatnya, Fachru menyimpulkan bahwa yang pertama harus dilakukan adalah tarik-menarik ekonomi politik mesti lebih efektif dan efisien serta berorientasi kepada pembangunan dan bukan kelompok tertentu. Kedua, ekonomi politik KPK melihat bahwa dalam jangka pendek perlu negosiasi antara elite politik dan masyarakat agar berbagai kontradiksi berkurang. UU KPK harus dikembalikan kepada asalnya, tidak lagi dilemahkan seperti sekarang. Dalam jangka menengah, perlu penyelesaian kasus demi kasus dan harus berorientasi makro. Dalam jangka panjang, pemerintah perlu meningkatkan pendidikan dalam rangka pemberantasan korupsi dan mewujudkan negara yang bekerja sesuai fungsinya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Puri Mei Setyaningrum
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: