Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Berkekuatan 271 Kiloton, Dahsyatnya Bom Hidrogen Korut Tercatat 17 Kali Bom Atom Hiroshima

        Berkekuatan 271 Kiloton, Dahsyatnya Bom Hidrogen Korut Tercatat 17 Kali Bom Atom Hiroshima Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, New Delhi -

        Data baru dari satelit Jepang telah memberikan tampilan yang paling detail tentang efek uji coba senjata termonuklir Korea Utara pada 2017, termasuk perkiraan hasil peledakan bom.

        Perkiraan awal uji senjata termonuklir Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) yang digelar pada 3 September 2017 menempatkan kekuatan ledakan antara 50 dan 70 kiloton, dengan beberapa revisi kemudian menyebutkan hasil ledakan mencapai 400 kiloton.

        Namun, perkiraan berdasarkan perpindahan dari tanah yang diambil dari citra satelit oleh lembaga antariksa India, Indian Space Research Organisation (ISRO) telah meningkatkan hasil tersebut, menjadi yang jauh lebih kuat antara 245 dan 271 kiloton.

        Baca Juga: Pemimpin Tertinggi Korut Bakal Tetap Lanjutkan Uji Coba Senjata Nuklir

        Itu sekira 17 kali lebih kuat dari bom "Little Boy" yang dijatuhkan Amerika Serikat (AS) di Kota Hiroshima, Jepang pada Agustus 1945.

        Namun, untuk ukuran bom hidrogen, kekuatan itu bisa dikatakan masih agak kecil, dengan hasil uji bom hidrogen, H-AS pertama pada 1952 adalah 10,2 megaton, hampir 700 kali lebih kuat dari Little Boy.

        Sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Dr. K.M. Sreejith dari Pusat Aplikasi Luar Angkasa ISRO menerbitkan temuan mereka bulan lalu di jurnal Royal Astronomical Society, Geophysical Journal International.

        Para ilmuwan menggunakan data dari satelit Jepang, Advanced Land Observing Satellite 2 (ALOS-2), untuk untuk mengukur perpindahan di permukaan Gunung Mantap, lokasi uji bom hidrogen terjadi.

        Mereka menggunakan teknik yang disebut Synthetic Aperture Radar Interferometry (InSAR), yang menurut US Geological Survey (USGS) umumnya digunakan untuk secara akurat mengukur deformasi tanah yang terkait dengan gunung berapi, yang dapat membengkak sebelum meletus.

        "Radar berbasis satelit adalah alat yang sangat kuat untuk mengukur perubahan di permukaan bumi, dan memungkinkan kami memperkirakan lokasi dan hasil uji coba nuklir bawah tanah," kata Sreejith dalam siaran pers yang dilansir Sputnik, Kamis.

        Baca Juga: Negosiasi Nuklir di Stockholm Menemui Jalan Buntu, Korut Kecam Kebijakan AS

        "Sebaliknya dalam seismologi konvensional, estimasi tidak langsung dan tergantung pada ketersediaan stasiun pemantauan seismik," tambahnya.

        Satelit itu mengukur pergeseran permukaan gunung beberapa meter tepat di atas ledakan, yang juga menggerakkan sisi puncak Gunung Mantap sekira 0,5 meter.

        Mereka memperkirakan ledakan bom itu sendiri terjadi sekitar 540 meter di bawah puncak, menciptakan rongga di dalam gunung dengan radius 66 meter.

        Meski tes dilakukan jauh di bawah tanah, seperti yang telah menjadi praktik standar selama beberapa dekade untuk meminimalkan bencana radioaktif, beberapa kebocoran radiasi dicatat setelah ledakan 2017.

        Muncul juga kekhawatiran bahwa gunung itu akan runtuh dengan sendirinya, melepaskan bahan radioaktif yang terperangkap di dalamnya yang tersimpan setelah uji coba bom.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: