PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyatakan ketertarikan untuk mulai memanfaatkan teknologi blockchain dalam proses bisnis yang dijalankannya. Dalam pandangan BCA, penggunaan blockchain dapat diandalkan bagi perbankan untuk dapat menekan beban operasional perusahaan yang selama ini relatif cukup tinggi.
Hal ini tak lepas dari sistem penyimpanan data di teknologi tersebut yang bersifat decentralized sehingga tak membutuhkan server utama dengan kapasitas yang sangat besar.
"Secara beban operasional akan cukup membantu. Dan itu membuat kami tertarik (untuk mulai menggunakan blockchain)," ujar Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja, di sela pembukaan kompetisi teknologi informasi (information technology/IT) bertajuk Financial Hackaton (Finhacks), di Jakarta, Sabtu (23/11/2019) lalu.
Baca Juga: BCA Berniat Manfaatkan Blockchain, Pengamat: Siapa Yang Akan Percaya?
Menurut Jahja, upaya pemanfaatan teknologi blockchain merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam merespons berbagai perkembangan yang ada di masyarakat, termasuk soal kemajuan teknologi dewasa ini. Pemanfaatan blockchain juga disebut Jahja sesuai dengan tren bisnis yang terjadi saat ini di mana jumlah transaksi offline lewat mesin ATM dan kantor cabang terus menyusut.
"Kalau dulu transaksi di (kantor) cabang bisa mencapai 17 persen, kini tinggal 1,8 persen. Transaksi di ATM dari semula 71 persen kini hanya tersisa 17 persen. Sedangkan transaksi online melalui m-banking dan internet banking kini sudah mencapai 75 persen," tutur Jahja.
Namun demikian, alih-alih mendapat respons positif, minat yang ditunjukkan oleh BCA justru dipertanyakan oleh sebagian kalangan pegiat blockchain sendiri. Peneliti blockchain dari Monash University, Australia, Dimaz Ankaa Wijaya, misalnya, menilai bahwa ketertarikan BCA untuk dapat mengimplementasikan teknologi blockchain di sistem dan proses bisnisnya cukup bisa diragukan.
Pasalnya, dalam ketertarikannya itu, BCA masih menyebut bahwa tetap akan menaati segala aturan dan juga kebijakan dari pihak regulator.
"Masalahnya kan dari regulator seingat saya sudah pernah menyebutkan bahwa tidak perlu aturan untuk dapat menerapkan teknologi blockchain selama tidak memiliki aset kripto atau aset digital di dalamnya. Jadi memang sudah dibolehkan. Lalu kenapa mereka (BCA) bilang masih menunggu (regulator)?" ujar Dimaz sebagaimana dilansir blockchainmedia.id, Minggu (24/11/2019).
Selain soal regulasi, Dimaz juga menyoroti soal klaim pihak BCA bahwa kinerja layanan digital yang bisa dipermudah dengan memanfaatkan teknologi blockchain. Menurut Dimaz, belum ada urgensi yang bisa ditunjukkan oleh BCA terkait kebutuhan pemanfaatan blockchain itu sendiri.
Persoalan urgensi itu dikatakan Dimaz sangat krusial untuk dibahas sejak dini lantaran untuk membangun sebuah sistem di atas teknologi blockchain membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
"Kalau mereka bilang blockchain bisa membuat layanan digital mereka jadi lebih mudah, teknologi yang ada sekarang pun saya pikir masih cukup mumpuni. Jadi, untuk apa pakai blockchain yang biaya investasinya cukup mahal? Ini juga belum terjawab," tutur Dimaz.
Dengan beragam pendekatan tersebut, Dimaz pun masih menganggap bahwa ketertarikan BCA dalam hal blockchain belum didasari dengan pertimbangan yang matang. Bahkan boleh jadi, ketertarikan tersebut hanya disebutkan sebagai bagian dari promosi atas Financial Hackaton (Finhacks) yang sedang digelar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Tanayastri Dini Isna